Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Antara Keserakahan, Korupsi dan Hakekat

7 Januari 2010   03:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:35 134 0
Suasana rumah gerah, Kadir sulit memejamkan mata, keresahannya karena dirumahnya masih tersimpan uang tunai dari penjualan kambing. Setahun sekali Kadir berprofesi sebagai pedagang kambing untuk keperluan hari raya kurban. Tahun ini hasilnya lumayan, nah inilah yang membuat Kadir sulit tidur.

Untuk menghilangkan kegerahan, Kadir pindah ke kamar depan sambil menyulut rokok, kebiasaan buruknya yang sulit ditinggalkan, kata orang merokok berbahaya, namun Kadir lebih memilih merokok karena kebiasaan memang sulit dihilangkan.

“Belum tidur Kadir?” Ornias muncul tiba-tiba dibalik kepulan asap rokoknya.

“Sial kau Ornias, bikin kaget saja.”

“Kau ini, sudah sering kita bertemu, masih pula kaget, aneh!”

“Kau yang aneh, bangsa jin kok senang bertemu dengan manusia, apa kau tidak punya teman?”

“Temanku banyak, kau salah satunya.”

“Bah, siapa pula yang sudi berteman dengan bangsa jin, kalau bisa aku ingin jadi manusia yang tidak pernah bertemu dengan jin sepertimu!”

“HA…HA…HA… sudah takdirmu kawan, terimalah dan nikmati!”

“Tidak ada untungnya bergaul dengan mu Ornias wahai raja jin!”

“Aku tau kau sekarang punya banyak uang, kalau aku mau, aku tinggal membisikkannya kepada tetanggamu agar uangmu itu dia curi!”

“Wah, kau ini bisa-bisanya mengancam aku, silahkan saja itu cuma titipan, kalau memang rejekiku tidak akan kemana, meskipun engkau berusaha mencurinya dariku, kau tidak akan sanggup mengambil rejekiku dari ketentuan Tuhan!”

“HA… HA… HA… itu yang aku suka darimu Kadir, jalanmu lurus, sementara orang lain berusaha menemuiku dan memohon padaku untuk menjadi kaya raya dengan cara yang tidak benar!”

“Mereka bukan aku, apa peduliku?, tiap-tiap orang menempuh jalannya masing-masing!”

“Benar Kadir, Cuma keserakahan saja yang membuat mereka seperti itu, sepanjang nyawa masih melekat  di tubuhnya, Tuhan menjamin rejekinya, itulah manusia serakah!”

“Ulah kau dan bangsamu juga membuat mereka serakah!”

“Aku hanya memberi jalan, niat ada pada mereka, di mata Tuhan niat lebih penting!”

“Niat mereka lemah, kau saja yang membuatnya jadi besar!”

“Selemah apapun niat tetap sebuah niat Kadir, dan akupun hanya akan memberi jalan kepada mereka yang berdampak besar bagi kerusakan umat manusia, terhadap orang yang berniat serakah, walaupun besar keinginannya, namun jika tidak membawa kerusakan besar, aku tidak akan terlalu peduli!”

“Jadi semua koruptor hasil didikanmu Ornias?”

“Ya, bahkan aku akan terpingkal-pingkal manakala mereka mengunakan uang itu untuk pergi Haji, membayar Zakat  atau bersedekah, atau koruptor yang punya keyakinan berbeda, mereka mengunakan uang itu untuk kegiatan religius, aku hampir mati tertawa melihat polah mereka!”

“Kalau uang itu digunakan untuk kezaliman lainnya?”

“Hal itu tidak aneh, uang jin dimakan setan, HA…. HA… HA…..!”

“Tidak kah kau kasihan pada mereka?”

“Kasihan???, untuk apa, mereka menikmati pekerjaanya, dan aku membuat perasaan mereka menjadi bebal sehingga nuraninya tidak terusik dengan keasikannya berkorupsi!”

“Namun aku merasa kasihan dengan mereka, bagaimana keturunan dan keluarganya makan dari sesuatu yang haram, sehingga tubuh mereka penuh keharaman, dan mereka tidak sadar dengan semua itu!”

“Jangan salah Kadir, keturunan dan keluarganya sadar dan tau bahwa harta mereka itu haram, namun kenikmatan mengunakan uang haram, menutup mata dan hatinya dengan membenarkan perilaku korupsi yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka!”

“Tetap saja aku merasa kasihan dengan mereka!”

“Itu yang aku suka darimu Kadir, selalu mengasihani orang yang berbuat salah, dimana ada orang yang selalu mempersalahkan orang lain yang berbuat salah, bahkan ada juga yang mempersalahkan orang lain, meskipun sama sekali ia tidak berbuat salah!”

“Seakan-akan kau menilai bangsa manusia itu kejam!”

“Tidak semua Kadir, kau contohnya, menerima semua takdirmu dengan senang, dan tidak pernah berprasangka buruk pada orang lain!”

“Jangan merayuku, aku tidak akan terbuai dengan ceritamu itu Ornias!”

“Aku tau, kau akan berkata seperti itu Kadir, Kau memang selalu membenciku!”

“Sifatmu dan pekerjaanmu yang aku benci, kau pembuat kerusakan di muka bumi!”

“Jangan lupa, benci pulalah kepada manusia yang memiliki sifat dan pekerjaan seperti ku!”
Kali ini Kadir termenung, adalah perkara mudah untuk menyalahkan bangsa jin dalam perkara kerusakan di muka bumi, namun jika itu ulah manusia, bagaimana menyalahkan mereka?

“Sepanjang  pintu maaf dibuka, Sepanjang Tuhan mengampuni kesalahan manusia, aku akan tetap berdoa agar mereka kembali ke jalan yang benar!”

“Maukah kau mendoakan ku Kadir!”

“Kau telah terikat janji dengan Tuhanku, tidak ada kuasaku untuk berdoa!”

“Kenapa kau tidak memiliki kuasa untuk mendoakanku?”

“Pernah terjadi  di masa lalu, Nabi Nuh berdoa kepada Tuhan agar anak dan Istrinya diselamatkan dari bencana banjir yang dahsyat, karena mereka adalah keturunan Nabi Nuh, namun Tuhan berkata agar Nabi Nuh tidak meminta sesuatu dimana ia tidak tau hakekatnya!”

“Aku paham, senang bertemu denganmu Kadir!”

Ornias menghilang bersama gumpalan asap rokok yang dihembuskan Kadir.

Besok pagi, Kadir berniat untuk mengunakan keuntungannya untuk membayar Zakat dan bersedekah, walau ini hanya setetes mungkin bisa membantu sesama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun