Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Fashion dan Nilai-nilai Kesantrian

20 Mei 2014   15:22 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20 119 0
Sekilas Tentang Perkembangan Mode

Sesaat setelah saya menerima surat permohonan tulisan dari redaksi Buletin Renaisans yang meminta kesediaan saya menulis untuk rubrik opini bertemakan “Fashion” sedikit membuat saya bingung untuk memulai tulisan ini dari sudut mana. Sebab, perbincangan mengenai fashion erat kaitannya dengan sebuah tradisi atau ideologi si pemakai. Tentu, tidaklah etis memberikan penilaian tentang sebuah perkembangan fashion tanpa menelaah secara mendalam ideologi atau tradisi yang melingkupi “fashion” tersebut.

Fashion atau Mode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ragam (cara, bentuk) yg terbaru pada suatu waktu tertentu baik itu tentang pakaian, potongan rambut, perhiasan, dan lain-lain. Pastinya mode selalu berhubungan dengan gaya hidup seseorang maupun komunitas tertentu.

Perkembangan media informasi yang pesat berikut jejaring sosialnya memberikan pengaruh signifikan bagi perkembangan mode, ia tidak lagi terbatasi oleh jarak atau pun kelas sosial. Sehingga orang-orang yang tinggal di pedesaan sekalipun merasa “pas” bergaya artis metropolitan. Memang mengikuti gaya artis bukan sesuatu yang keliru, tidak ada larangan untuk mengikuti “tren” pakaian tertentu. Namun begitu, hendaknya kita menyesuiikan dengan situasi dan kondisi sekitar. Sebab, kalau kita teliti banyak perkembangan mode yang justru bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat kita, misalnya tentang kesederhaan, dan tertutupnya aurat.

Fashion di Pesantren

Pesantren selama ini dikenal sebagai sebuah lembaga yang cukup ketat “mengawal” perubahan. ia selalu selektif dalam menerima setiap perubahan. inilah salah satu alasan mengapa banyak masyarakat memilih pesantren sebagai “sarana” pendidikan bagi putera-puterinya. Karena mereka sadar betul, perkembangan arus informasi yang pesat dan tidak bisa serta merta mereka kontrol secara penuh dapat memberikan efek buruk bagi perkembangan jati diri anaknya. Karena itu, dengan menyerahkan proses pendidikan anaknya ke pesantren yang selama ini cukup selektif dan ketat “menjaga” arus informasi maupun perubahan memberikan harapan bagi kalangan masyarakat bahwa anaknya hanya akan menerima informasi yang tepat bagi dirinya.

Namun rupanya, benteng pertahanan pesantren yang begitu kokoh tetap “keteteran” melawan arus perkembangan mode yang ditopang dengan deras arus teknologi informasi. Sehingga tidak jarang kita temukan santri yang bergaya “modis” dan lepas dari nilai-nilai kesantrian. Misalnya, cowok yang bergaya rambut pirang, gondrong, atau cewek yang suka berbaju ketat, berjilbab dengan berbagai gaya layaknya artis sinetron yang ngetren di sebut hijab.

Memang, semua itu bukan sebuah kekeliruan. Semua orang berhak bergaya “semau” mereka. Toh yang dibuat beli “beragam” produk mode itu juga uang mereka. Namun sekali lagi, nilai-nilai dan tradisi masyarakat kita perlu diperhatikan untuk dijadikan salah satu “standart” dalam berpenampilan, dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekitar.

Dalam tradisi pesantren, mode tidak hanya dijadikan sebagai alat untuk sekedar bergaya. Ia merupakan bentuk dari identitas seseorang, berikut juga mencerminkan kepribadiannya. Karena itu, selama ini kalangan pesantren senantiasa menjaga dan mengatur penampilan santri. Bukan untuk membatasi “kreasi” mereka dalam berpenampilan. Tapi hal itu merupakan salah satu bentuk proses pendidikan untuk mengembangkan jati diri dan identitas para santri agar sesuai dengan nilai-nilai pesantren yang selama ini dijaga dengan ketat. Misalnya nilai tentang kesederhanaan, kepedulian terhadap masyarakat, berpegang teguh pada ajaran agama, dan lain sebagainya.

Bagi pesantren, penampilan merupakan cerminan dari identitas seseorang. Karena itu, melalui keteraturan dalam berpenampilan diharapkan bisa “melatih” kepribadiannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karena itu, banyak para santri dianjurkan untuk berpenampilan sederhana namun tetap “indah” dipandang, agar mereka dalam kehidupan nyata juga bisa hidup sederhana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun