Muawiyah terus menghasut permusuhan terhadap keluarga Ali, bahkan hingga memaksa orang-orang mencaci mereka, termasuk di mimbar-mimbar Jumat. Hal ini semakin memecah belah umat Islam, ironi menyakitkan setelah Nabi Muhammad SAW berjuang membangun masyarakat yang damai. Pada akhirnya, demi mencegah perpecahan yang lebih dalam, Hasan memutuskan untuk berdamai dengan Muawiyah dan menyerahkan kekhalifahan kepadanya, dengan beberapa syarat perjanjian. Salah satunya, Muawiyah berjanji untuk memerintah sesuai Al-Qur'an dan sunnah Nabi, menjaga persatuan umat, tidak membalas dendam, serta melindungi keluarga Nabi. Namun, setelah diakui sebagai khalifah, Muawiyah melanggar perjanjian tersebut, menganiaya pendukung keluarga Nabi dan memperdalam perpecahan.
Perlakuan kejam terhadap keluarga Nabi terus berlangsung di masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Pada tragedi Karbala, Husain dan keluarganya dibantai secara brutal, termasuk wanita dan anak-anak. Yazid tidak hanya membantai Husain, tetapi juga menghancurkan kota Madinah dan membunuh ribuan penduduknya, termasuk para sahabat Nabi yang masih hidup. Kekejaman klan Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim baru berhenti ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa. Meskipun berasal dari Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz melarang penghinaan terhadap keluarga Nabi dan sangat menghormati mereka.
Permusuhan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim sudah lama ada, bahkan sejak masa Nabi Muhammad SAW. Hindun, istri Abu Sufyan, yang merupakan orang tua Muawiyah, pernah membunuh Hamzah, paman Nabi, dengan keji di Perang Uhud. Namun, saat Nabi berhasil menaklukkan Mekkah, ia memaafkan semua kesalahan Abu Sufyan dan Hindun, menunjukkan perbedaan besar antara perlakuan Bani Hasyim dan Bani Umayyah.