Seringkali kita memandang rendah orang yang berbeda pendapat dengan kita, bahkan memperlakukannya seperti musuh yang harus disingkirkan dari dunia ini, bahkan mungkin dengan cara yang kejam. Tindakan ini merupakan bentuk kekerasan yang tidak bermoral dan bertentangan dengan ajaran luhur Islam. Allah berfirman: "Dan janganlah kamu melanggar hak-hak manusia dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi" (QS. Asy-Syu'ara: 183).
Nabi Muhammad SAW sepanjang hidupnya sebagai Rasul mengajarkan betapa pentingnya saling menghormati antar sesama manusia. Ketika wahyu pertama kali turun dan Nabi mulai menyampaikan ajaran Islam kepada keluarga dekatnya, beliau mendapat kritik dan penghinaan yang menyakitkan dari pamannya, Abu Lahab. Bahkan, Rasul pernah dilempari kotoran oleh musuhnya, namun beliau tidak membalas dengan kekerasan, melainkan tetap bersabar. Sebaliknya, pamannya yang lain, Hamzah bin Abdul Muthalib, menjadi marah atas tindakan Abu Lahab dan akhirnya memeluk Islam, menjadi pelindung utama Rasul dalam menyebarkan ajaran Islam.
Walaupun banyak pengikut Nabi disiksa dan dibunuh dengan kejam, beliau tidak mendorong perlawanan fisik. Nabi Muhammad justru menganjurkan pengikutnya untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah) untuk menghindari konflik lebih lanjut di Mekah. Setelah melalui banyak penderitaan, akhirnya dengan izin Allah, Nabi Muhammad melakukan pembelaan diri dalam rangka mempertahankan keyakinannya. Ketika kota Mekah berhasil ditaklukkan tanpa perlawanan, beliau menyerukan perdamaian dan memberikan jaminan keselamatan kepada penduduk kota, termasuk kepada musuh-musuhnya yang dulu menganiaya dirinya dan para pengikutnya.
Ketika Nabi Muhammad berdialog dengan pendeta Nasrani dari Najran, beliau melakukannya dengan persahabatan dan tanpa celaan. Ketika dialog tersebut tidak mencapai kesepakatan, Nabi menutupnya dengan cara yang bijaksana, dengan sumpah atas nama Allah. Namun, apa yang bisa kita pelajari dari teladan Rasul ini? Kini, kita justru sering saling menjatuhkan, antara Islam dan Kristen saling mencela, bahkan di antara sesama Muslim juga sering terjadi perselisihan hanya karena perbedaan pandangan.
Seringkali kita merasa terganggu oleh saudara-saudara kita dari aliran lain seperti Syafi'i, Syiah, atau Ahmadiyah yang menyampaikan argumen keyakinan mereka. Namun, seberapa dalam sebenarnya kita memahami keyakinan mereka? Dan apa dasar kita menilai bahwa mereka salah? Bukankah ada ungkapan: "Kebenaran bagi saya belum tentu kebenaran bagi Anda"? Misalnya, ketika seseorang membicarakan keluarga Nabi Muhammad (Ahlul Bait), seringkali kita cepat menilai mereka sebagai pengikut Syiah yang fanatik dan langsung mengutuk mereka.
Padahal, mencintai Ahlul Bait Nabi Muhammad adalah perbuatan yang mulia. Islam tidak akan berdiri tegak tanpa dukungan keluarga Abdul Muthalib dari Bani Hasyim, yaitu Ahlul Bait Muhammad bin Abdullah. Contohnya, Abu Thalib, paman Nabi yang membela kehormatan Rasul di awal perkembangan Islam, putranya Ali bin Abi Thalib, serta Khadijah, istri Nabi yang melahirkan Fatimah. Ada juga Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasul yang bergelar Singa Allah. Hasan dan Husain, cucu Nabi, adalah permata hati yang sangat dicintai oleh Nabi dan para sahabat besar seperti Salman al-Farisi, Umar bin Khattab, Ibn Abbas, Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, dan Abu Bakar ash-Siddiq.