Fakta bahwa sepuluh juta orang menguasai baca tulis dan aritmetika untuk pertama kalinya dalam sejarah adalah sebuah pencapaian budaya yang luar biasa. Inti dari budaya baru ini tidak lagi berpusat pada budaya aristokrat yang hanya dapat diakses oleh kelompok kecil yang memiliki hak istimewa, tetapi pada budaya massa yang universal dan populer. Kuantitas akan bertransformasi menjadi kualitas; seiring meningkatnya jumlah partisipan dalam budaya, akan terjadi peningkatan level dan perubahan karakter budaya itu sendiri. Namun, proses ini hanya akan berkembang melalui tahapan historis yang berurutan. Sejauh proses ini berhasil, ia akan melemahkan karakter kelas proletariat, dan pada akhirnya menghapus dasar bagi budaya proletar itu sendiri.
Bagaimana dengan kaum pekerja yang berada di puncak hierarki kelas? Bagaimana dengan garda depan revolusioner? Apakah perkembangan budaya proletar tidak sedang berlangsung dalam skala kecil? Bukankah kita memiliki Akademi Sosialis dan para profesor merah? Pertanyaan ini sering kali dipahami secara terlalu abstrak. Seolah-olah budaya proletar bisa diciptakan dengan metode eksperimen laboratorium.
Sebetulnya, budaya terbentuk di persimpangan hubungan dan interaksi antara kelas-kelas. Budaya borjuis dalam hal teknis, politik, filsafat, dan seni, dibangun melalui interaksi antara borjuasi dan tokoh-tokoh penemunya---pemimpin, pemikir, serta penulis. Pembaca menciptakan penulis, dan penulis menciptakan pembaca. Ini berlaku pula dalam skala proletariat, karena ekonomi, politik, dan budayanya hanya bisa dibangun di atas fondasi kreativitas massa.
Tugas utama intelektual proletar di masa depan bukanlah menciptakan budaya baru secara abstrak, melainkan menyampaikan elemen-elemen penting dari budaya yang sudah ada kepada massa secara terencana dan sistematis. Mustahil untuk membangun budaya kelas tanpa keterlibatan kelas itu sendiri. Untuk menciptakan budaya proletar yang sejati, sosialisme harus dibangun terlebih dahulu, meski dalam bentuk yang kasar. Dalam proses ini, perbedaan kelas dalam masyarakat akan melemah seiring dengan keberhasilan revolusi.
Arti penting dari kediktatoran proletariat terletak pada sifat sementaranya, sebagai alat untuk membuka jalan dan meletakkan fondasi bagi masyarakat tanpa kelas serta budaya yang didasarkan pada solidaritas. Untuk memperjelas gagasan tentang penentuan budaya dalam perkembangan kelas pekerja, kita bisa membandingkan proses ini dengan pergantian generasi. Setiap generasi baru, dalam masyarakat yang berkembang, menyerap dan memperbaiki akumulasi budaya dari masa lalu, dan dengan demikian mempersiapkan landasan bagi penciptaan nilai-nilai budaya baru. Namun, sebelum melampaui tahap pembelajaran budaya ini, proletariat belum sepenuhnya meninggalkan statusnya sebagai kelas pekerja.
Kita juga tidak boleh lupa bahwa borjuasi sendiri mempelajari budaya mereka di bawah naungan masyarakat feodal, dan bahkan saat masih berada dalam sistem itu, mereka sudah melampaui kelas penguasa sebelumnya dalam hal budaya. Proletariat berbeda, terutama di Rusia. Mereka dipaksa merebut kekuasaan sebelum sempat menguasai elemen-elemen dasar budaya borjuis. Mereka harus menggulingkan masyarakat borjuis secara revolusioner karena sistem itu menghalangi mereka mengakses budaya. Tugas historis kelas pekerja adalah mengubah aparatus negara menjadi alat yang kuat untuk memenuhi dahaga budaya dari massa.