Galungan jatuh tepat pada Buda Wuku Dungulan atau Hari Rabu wuku Dungulan.  Hari raya ini biasanya di rayakan semeriah mungkin oleh Masyarakat Hindu Bali. Biasanya para ibu-ibu akan sibuk berbelanja untuk keperluan banten (sesajen) seperti janur, buah-buahan, bahan-bahan untuk membuat jajan jika ingin membuat jajan rumahan, dan tak jarang masyarakat Bali akan membeli pakaian adat baru seperti kebaya, kamen, udeng, dan lain-lain. Namun hal itu tidak diwajibkan, karena meski pakaian yang digunakan baru atau lama itu tidak akan menghilangkan makna dari Galungan itu sendiri. Hal yang paling lumrah atau identik  saat perayaan hari raya suci ini adalah adanya penjor-penjor yang berjejeran indah di pinggiran jalan. Penjor merupakan warisan dan budaya Bali. Penjor biasanya akan di pasang didepan rumah atau di tepi jalan. Simbol dari penjor itu sendiri adalah Naga Basuki yang memiliki arti kemakmuran, kesejahteraan, dan kekayaan. Biasanya masyarakat Bali akan membuat penjor dua hari atau sebelum hari Galungan, yaitu pada saat Penjayaan Galungan ( Soma wuku Dungulan) dan Penampahan Galungan (Anggara wuku Dungulan ). Penjor terbuat dari bambu atau orang Bali menyebutnya (tiying) yang akan diikat oleh kain kasa, dan untuk dekorasi lainnya yaitu berisi kain putih dan kuning, sampian, kelapa, jaja uli dan jaja gina, pala gantung, hiasan cili, plawa , tebu, gantung-gantungan, tamian dan yang terakhir di bawah penjor akan berisikan sanggah cucuk yang nantinya digunakan untuk tempat menaruh sesajen.