Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerita Pemilih

Inovasi Pemilihan Umum di Negara Demokratis, Indonesia : Akankah Bernasib Sama Dengan Kurikulum 2013?

7 Juni 2015   13:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 239 0

               Ideologi demokrasi identik dengan istilah kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Ya, istilah tersebutlah yang mewajibkan rakyat di suatu negara dengan ideologi demokrasi untuk memilih subjek-subjek yang mereka rasa pantas untuk menduduki posisi-posisi dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Subjek-subjek yang terpilihlah yang membawa amanat dari rakyat untuk membangun negara. Pemilihan subjek-subjek inilah yang menjadi suatu ciri khas suatu bangsa demokrasi, yang kemudian dikenal dengan istilah pemilihan umum atau pemilu.

                Di Indonesia, pemilihan umum pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 yang bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Walaupun sempat terhenti, pemilu kembali berjalan pada tahun 5 Juli 1971. Diadakan kembali pada tahun 1975 melalui UU Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politi dan Golkar kemudian dilanjutkan dengan rutin tiap lima tahun sekali. Di Indonesia, pemilihan umum dilaksanakan tidak hanya untuk memilih pempinan negara namun juga untuk pimpinan daerah. Istilah pemilihan umum untuk daerah dikenal dengan pemilihan kepala daerah atau pilkada. Pemilu dengan sistem yang biasanya dilaksanakan di kalangan masyarakat dapat kita jumpai terakhir kalinya yaitu pada 9 Juli 2014, ketika rakyat Indonesia memilih presiden dan wakil presiden Indonesia untuk menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mengapa penulis mengatakan bahwa pemilu tersebut merupakan yang terakhir kalinya? Hal ini berdasarkan berita yang tersebar hangat di media elektronik pada awal tahun 2015 bahwa pemerintah menyajikan suatu inovasi menarik untuk masa depan pemilihan umum di Indonesia yaitu pilkada serentak pada tahun 2015 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Sebuah inovasi baik oleh pemerintah yang sanggup menghibur dan juga membuat resah masyarakat Indonesia setelah dimentahkannya penerapan kurikulum 2013 terhitung pada tanggal 5 Desember 2014.

Namun, masyarakat tidak sepenuhnya mengerti sebenarnya apa itu pilkada serentak dan apakah tanah air Indonesia sangat membutuhkan terlaksanaya praktik demokrasi yang baru demi berkembangnya demokrasi di kalangan mayarakat Indonesia?

                Setelah penulis melakukan berbagai riset di berbagai macam media elektronik, penulis menemukan bahwa terselenggaranya pilkada serentak ini merupakan inovasi terbaru yang diberikan oleh pemerintah untuk rakyat Indonesia dengan KPU sebagai penyelenggaranya. Peserta dalam pilkada serentak ini adalah calon Gubernur dan Wakil Gubernur, calon Bupati dan Wakil Bupati, calon Walikota dan Wakil Walikota. Rumahpemilu.com mengatakan bahwa 272 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015. Tak hanya itu, pilkada serentak ternyat dibagi dalam tiga gelombang, yaitu  gelombang pertama akan diadakan pada 9 Desember 2015 meliputi 269 pilkada untuk kepala aerah yang masa jabatannya berakhir pada Januari hingga Juli 2016. Gelombang kedua akan berlangsung pada Februari 2017 untuk kepala kaerah yang masa jabatannya berakhir pada Juli sampai Desember 2015. Sedangkan kepala derah yang masa jabatannya berakhir pada 2017 akan diadakan pilkada serentak gelombang ketiga pada tahun 2018. Tak hanya itu, pemerintah juga telah merencanakan tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan sebelum terlaksananya pilkada serentak pada 9 Desember 2015, antara lain:

1.       Februari-Maret 2015 penyusunan PKPU.

2.       April - Mei 2015 pembentukan PPS dan PPK.

3.       Juni 2015 penyerahan dukungan calon pasangan perseorangan.

4.       22-24 Juli 2015 pendaftaran pasangan calon dan penetapan pasangan calon tanggal 24 Agustus 2015.

5.       April 2015 mulai sosialisasi bimbingan teknis.

6.       Masa kampanye dimulai setelah penetapan calon selesai atau sampai desember jelang pemilihan.

7.       Oktober 2015 penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

8.       Pilkada serentak digelar 9 Desember 2015. 

 KPU RI menyebutkan bahwa tujuan dari dilaksanakannya pilkada serentak adalah supaya terciptanya efektifitas dan efisiensi anggaran. Berbicara mengenai anggaran “Pemilu Serentak”, penulis menemukan fakta yang unik dalam penganggaran “Pemilu Serentak” yaitu anggaran “Pemilu Serentak” yang sejumlah tujuh triliun rupiah berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang didukung dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, hal ini dicantumkan dalam  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 166 ayat (1). Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, juga mengatakan bahwa aspek pembiayaan tersebut diperuntukkan empat aktivitas kampanye, yaitu debat antar kandidat, penyediaan bahan kampanye, alat peraga kampanye dan iklan di media massa cetak dan elektronik yang menjadi beban APBD. Menurut pandangan penulis, ketetapan tersebut sangatlah membuang-buang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah maupun Negara, memang mereka adalah calon pemimpin daerah namun merekalah yang memiliki inisiatif sendiri, seharusnya melalui pemilu-lah seorang calon politisi bisa membuktikan dirinya, terutama dari pengeluaran untuk kampanye, dsb. karena itulah yang dinilai oleh masyarakat sebelum mereka memilih. Kampanye adalah wadah untuk calon politisi menunjukkan kharisma, wibawa, dan cara mereka mengayomi masyarakat, bukan ajang untuk menghabiskan uang yang ada. Anggaran untuk “Pilkada Serentak “ ini akan jauh lebih berharga apabila untuk mensosialisasikan program pilkada yang terbaru ini ke seluruh lapisan masyarakat. Apabila pemerintah sebenarnya ingin menekan biaya kampanye ketika adanya pilkada serentak sehingga tidak terjadi inflasi di Indonesia, sebenarnya pemerintah bisa mencantumkan maksimum pengeluaran tiap calonnya di undang-undang untuk pilkada serentak. ‘Mereka akan berbuat curang, tidak mungkin mereka akan berbuat seperti yang ditetapkan, apalagi uang yang bermain’, jika itu yang dipikirkan pemerintah, berarti pemerintah tidak percaya dengan para calon politisi tersebut, padahal kepercayaan itu harus ada dan apabila ada pun yang melanggar, masyarakat bisa melihat tingkat integritas yang dimiliki calon politisi tersebut. Serta, anggaran yang terbilang jauh lebih besar daripada pilkada yang biasanya, akan lebih baik apabila pemerintah bisa mengkaji ulang dan menyortir dana yang tidak diperlukan untuk pilkada serentak sehingga tidak membuang uang karena dengan nilai sebesar itu, para koruptor yang belum terungkap bisa melaksanakan aksinya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun