Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Reliabilitas Pembangunan Jakarta

5 Juli 2012   07:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:16 213 0
Kata Pembangunan identik dengan modernisasi. Rostow mengatakannya sebagai stage of development growth, yaitu tahapan pertumbuhan pembangunan yang dimulai dari masyarakat tradisional, transisional, tinggal landas, lepas landas, dan industrialisasi atau komsumsi tinggi (mass consumption). Era Soeharto, paradigma ini kerap kali digunakan sebagai referensi pembangunan Nasional, dengan wujud Repelita.

Pembangunan menitikberatkan pada kemajuan, yaitu kemajuan yang menghasilkan keteraturan dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Keseimbangan pembangunan perlu dilakukan, sebab capaian kesejahteraan masyarakat tak hanya bisa dilihat dengan indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi, namun harus diikuti oleh pembangunan sosial, agar tingginya pendapatan ekonomi masyarakat, berbanding dengan kualitas kehidupan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan.

Banyak Negara maju di dunia yang gagal mempraktekan esensi pembangunan. walaupun rata-rata tingkat pertumbuhan mereka tinggi, namun masalah kemiskinan menjadi sesuatu yang sulit dipecahkan. Hal inilah yang disebut midgley (2005) sebagai pembangunan yang terdistorsi.

Untuk melihat sejauh mana konsepsi pembangunan ekonomi dan sosial telah dilakukan oleh pemerintah, maka instrument realibilitas bisa digunakan. Realibilitas merupakan instrument dalam penelitian sosial, yang dipakai untuk mengukur keterpercayaan (dependability), stabilitas (stability), konsistensi (consistency) dan ketepatan (accuracy) suatu objek yang diteliti (Ulber silalahi; 2010).

Dalam konteks nasional, Jakarta bisa dipakai sebagai tolak ukur menguji realibilitas pembangunan. Alasannya, selain merupakan Ibukota Negara, momentum politik pemilukada menjadi faktor evaluatif keberhasilan kerja yang telah dan akan dilakukan oleh Gubernur Jakarta.

Dari segi pembangunan ekonomi, besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta, merupakan indikator, betapa tingginya pertumbuhan ekonomi. Menjamurnya pembangunan mall, hotel berbintang, gedung-gedung perkantoran, dan fasilitas ekonomi lainnya adalah bentuk konsistensi kemajuan pembangunan, dengan feedback pajak pembangunan yang besar dalam PAD.

Namun semua mahfum, dibalik keberhasilan pembangunan ekonomi DKI Jakarta, problem sosial ternyata menjadi impact yang meruntuhkan lajunya angka pembangunan ekonomi tersebut. Sebut saja soal Pendidikan dan kesehatan, terlepas dari kosentrasi publik pada masalah banjir dan kemacetan. Dua masalah sosial ini adalah jantung kualitas Pembangunan manusia, yang biasanya disebut sebagai Index Pembangunan Manusia (IPM).

Uji data pembangunan pendidikan dan kesehatan

Variabel pendidikan dan kesehatan adalah salah satu bagian strategis dalam mengukur, berhasil tidaknya sebuah pembangunan dilakukan. Dalam publikasi rangkuman prestasi kerja Gubernur Fauzi Bowo. Angka eror pendidikan dirasakan masih besar terjadi. Di Jakarta, masih banyak warga yang kurang mampu, belum dapat menikmati pendidikan wajib belajar 9 tahun. Angka putus sekolah juga masih tergolong tinggi. Dilain sisi, Pemerintah DKI Jakarta, telah mengalokasikan 28,93 % Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor pendidikan, yang besarannya melebihi perintah UUD 1945, yaitu 20% APBN untuk keperluan pendidikan.

Alokasi 28,93 %, di bagikan dalam berbagai pos pendidikan. Biaya Operasional Pendidikan (BOP) misalnya, tahun 2011, pemerintah DKI Jakarta menganggarkan Rp. 1,06 triliun untuk biaya operasional siswa. Sebanyak 1. 156.803 siswa masuk dalam alokasi BOP tersebut.

Bantuan Operasional Buku (BOB), juga dialokasikan sebesar Rp. 153.113.549.145 pada tahun 2011. Setiap siswa mendapatkan BOB dengan angka yang bervariatif. SMPN Rp. 260.000,00 SMAN atau SMKN Rp. 300.000,00. SMA atau SMK Swasta Rp. 600.000,00. Para siswa yang rawan putus sekolah karena kendala ekonomi, juga mendapatkan beasiswa khusus berupa, Beasiswa Rawan Putus Sekolah (BRPS) untuk 10.917 siswa, dengan total anggaran Rp. 31. 4 miliar. Pemerintah DKI juga berhasil merealisasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah Pusat, bagi sekolah Negeri dan Swasta, dengan persentasi Per siswa mendapatkan, Rp. 580.000,00 untuk SD. Rp.580.000,00 untuk SDLB. Rp. 710.000,00 untuk SMP dan SMPLB.

Pada wilayah kesehatan, rangkuman prestasi pemerintahan Fauzi Bowo juga membanggakan. Walau hingga saat ini, masih banyak masyarakat Jakarta yang kurang mampu belum mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas.

Beberapa program kesehatan unggulan telah berhasil dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta. seperti Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK GA) kepada 2,7 Juta Penduduk miskin, dengan alokasi anggaran Rp. 513 Miliar pada 2011. Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), yang ditingkatkan cakupan dan efektifitas programnya untuk seluruh warga Jakarta. menurunkan biaya pengobatan umum menjadi Rp. 2000. Dan Pengobatan Gigi Hanya Rp. 5000 – termurah di Indonesia.

Prestasi bidang kesehatan pemerintahan DKI Jakarta juga patut diberikan apresiasi. Dari segi Indeks Pembangunan Manusia, ada trend yang selalu meningkat setiap tahunnya. Tahun 2007 IPM Jakarta 76, 06, melebih IPM Nasional 70,6. Pada tahun 2011 IPM Jakarta meningkat pada level 78,0 - tertinggi di Indonesia, dan juga melebihi IPM Nasional 72,6.

Angka kematian bayi juga mengalami penurunan dari 8,4 per 1000 Penduduk di tahun 2007, menjadi 7,0 per 1000 di tahun 2011. Begitupun dengan angka harapan hidup yang mengalami peningkatan dari 75,8 di tahun 2007, menjadi 76,20 pada tahun 2011.

Uraian angka keberpihakan pemerintah DKI Jakarta terhadap pendidikan dan kesehatan lewat besarnya alokasi APBD, tidak serta merta menjadi absolute credo, yang tidak bisa diuji dengan fakta realitas. kita patut mempertanyakan kebenaran angka keberhasilan dimaksud. Sebab, angka tidak mungkin bisa membohongi fakta yang ada. Disinilah letak uji realibilitas dilakukan.

Jika klaim keberhasilan program kesehatan dan pendidikan dikatakan mengalami trend kenaikan, maka persentasi masyarakat putus sekolah otomatis menurun, begitupun kualitas kesehatan masyarakat akan menjadi naik.

Jika persentasi angka keberhasilan kerja pendidikan dan kesehatan hanyalah spekulasi kuantitatif, demi pencitraan Fauzi Bowo Sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, maka perlu dilihat consistency dan stability penilaian masyarakat sebagai subjek penilai. Jika mayoritas masyarakat sebagai responden secara konsisten (hari ini dan besok) mengaku puas dengan kinerja pemerintahan Fauzi Bowo pada bidang pendidikan dan kesehatan, maka apa yang dikerjakan oleh pemerintahan Fauzi Bowo dirasakan manfaatnya.

Jika masyarakat merasa stabil dan lebih baik saat ini, dibawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo, maka dependability, accuracy survey politik yang mengukuhkan Fauzi Bowo sebagai calon kuat Gubernur DKI Jakarta, mendapat pembenaran, lewat penilaian yang reliabel dari masyarakat. Itu berarti hasil survey melegitimasikan kepercayaan masyarakat terhadap pembangunan yang dilakukan Fauzi Bowo.

Relevansi Politik dan Pembangunan

Disinilah Relevansi survey, dan klaim keberhasilan kerja Fauzi Bowo selaku gubernur dipertaruhkan. Sebab trust politik akan menjadi taruhannya. Apalagi, kampanye satu putaran saat ini menjadi political brand pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, Dengan alasan, Pilkada satu putaran akan membuat Pemilu lebih efisien, tidak boros dan mubazir. Pilkada satu putaran juga akan membuat keberlanjutan pembangunan mudah dilakukan, karena alokasi budget politik Jakarta sebesar Rp 250 Miliar untuk pilkada dua putaran, bisa dialihkan setengahnya untuk cost pembangunan Jakarta.

Berbagai hasil survey menunjukan bahwa, mayoritas pemilih Jakarta menginginkan Pilkada DKI Jakarta berlangsung satu putaran. Indo Barometer misalnya, dari 440 responden yang disurvey, 48, 4 Persen memilih Fauzi Bowo, diikuti Jokowi 16,1 persen, Alex Noerdin 5,2 persen, Hidayat Nur Wahid 5 persen, Faisal Basri 1,6 persen, dan Hendardji Soepandji 0,5 persen.

Rasionalitas dukungan warga Jakarta dalam angka survey menjadi relevan dengan klaim keberhasilan pembangunan Jakarta oleh Fauzi Bowo, manakalah pilkada DKI Jakarta berlangsung hanya satu putaran. Selain dianggap hemat dan efisien, konsistensi dan keberhasilan pembangunan dapat diukur lewat kepercayaan politik masyarakat. Inilah bentuk relevansi dukungan politik dan reliabilitas pembangunan.

Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI
Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Ilmu kesejahteraan sosial
Universitas Indonesia

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun