Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Mawar: Tragedi Perjodohan

29 Agustus 2019   12:27 Diperbarui: 29 Agustus 2019   12:44 76 5
"Rendi."

Tembok ku seketika runtuh. Tanganku mendadak keringat dingin. Kakiku gemetar. Pandangan memutar. Aku ingin pingsan.

Aku melihat Mawar, mataku sebentar lagi akan penuh dengan bendungan air.

Mawar, perempuan yang selalu mengagumi dengan diam, menghargai perasaannya, dan hanya berserah diri kepada Tuhan nya. Harus mengalami kesakitan yang mendalam ini.

Dan aku yang menyebabkannya.

Mawar... Maaf.

2 bulan sebelumnya, 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

"Eh sumpah, mantan aku udah punya anak!! Edan aku sedih banget dong." ucap Sheila, di malam pertama i'tikaf. Kita sedang menginap bersama-sama di masjid biasa kita. Bersama dengan jamaah lainnya. Serunya i'tikaf bersama teman-teman, ketika kita sudah tilawah, kita bisa mengobrol dahulu sebelum tidur. Dan ini salah satu rumpian kita malam ini. Aku, Sheila dan Mawar.

"Hahaha, sedangkan elu masih di sini sama kita. Gini-gini aja." ledek Mawar. Di antara kita bertiga, Mawar ini yang paling menghormati anugerah dari Tuhan. Anugerah perasaan cinta. Ia yang termuda, tapi ia yang paling siap untuk mengikat komitmen untuk menjadi seorang istri. Tidak seperti Sheila, yang paling tua tapi belum juga siap, entah apa alasannya, padahal yang mendatanginya sudah ada banyak. Tidak seperti aku juga, yang masih mencari apa makna pernikahan yang sesungguhnya.

"Eh btw, gue naksir banget dong, sama dia." aku menunjukan ponselku yang ada seorang foto lelaki muda penyanyi pop-religi.

"Ya elah, ketinggian ngarepnya!" ledek Sheila.

"Yee gapapa lah, ngincer tuh yang high quality, biar kalo jatoh, nggak buruk-buruk amat. Lagian, di sini mana ada yang kayak gitu." kataku.

"Heh sok tahu. Nggak semua ya." kata Mawar.

Aku dan Sheila bertatapan. Memikirkan hal yang sama.

"Cieeee, siapa Maw??" tanyaku.

"Ih apaan sih, kok jadi siapa??"

"Iya, 'ngga semua' berarti ada satu yang high quality buat kamu, dong?" tambah Sheila.

"Nggak ah! Nggak mau kasih tau!" Mawar tersipu malu, berusaha mengelak.

"Kita udah terbuka sebuka-bukanya sama lo, giliran lo dong!" aku makin memaksanya.

Mawar terdiam.

"Ya udah."

Aku dan Sheila berteriak kecil, excited.

"Jangan bocor lho ya. Awas."

"Iya insyaa Allah..." jawab kami berdua.

Mawar terdiam sebentar, lalu menjawab: "Rendi."

"OHHH JADI DIA!" kataku.

"Sssst ah!" Mawar tersipu malu.

"Sejak kapan?" tanya Sheila.

"Sejak... Sejak awal banget terbentuknya Swift, mungkin." jawab Mawar. Swift adalah nama dari komunitas remaja masjid yang mempertemukan kita semua.

"Gila, udah lama banget dong. Terus gimana?"

"Ya nggak gimana-gimana... Gue cuma mengagumi dari jauh aja."

"Tapi cocok juga sih kalian! Sama-sama suka jalan-jalan, hahaha."

Muka Mawar memerah. Ia tersipu malu. Jarang sekali, Mawar yang preman ini, bisa lembek juga ketika jatuh cinta.

Itu adalah pertama kalinya Mawar menyatakan perasaannya kepada aku dan Sheila. Semenjak itu, Mawar jadi lebih terbuka. Ia jadi sering membicarakan Rendi, bahkan menyebutnya dengan sebutan "Babang" sebagai kata ganti. Aku senang melihatnya begini. Tidak gengsi dengan perasaannya sendiri.

Melihat Mawar yang sudah sangat siap dan tidak takut, dan aku juga sempat tahu dengan kenyataan Rendi sudah siap untuk maju. Berfikir sendiri. Kenapa mereka berdua tidak jadi saja? Bagiku, mereka juga cocok dengan satu sama lain. Tapi fikiran itu aku simpan sendiri dulu.

Aku dan Mawar cukup sering menghabiskan malam i'tikaf bersama. 10 malam terakhir pada Ramadhan kali ini, kita benar-benar jadi makin dekat. Secara batin dan spiritual. Sayangnya Sheila sudah mulai mudik pada malam ke-2 i'tikaf. Tapi meskipun begitu, kedekatan kita bertiga tidak pernah luntur.

Di lain pihak, aku juga bermain dengan Lala dan Citra. Mereka juga sama-sama anggota Swift, tapi mereka berada di circle yang berbeda. Aku juga dekat dengan mereka karena pernah 'tidak sengaja' mabit bareng, pada malam ke 6 Ramadhan.

Seperti halnya ukhti-ukhti, Lala dan Citra juga memiliki hasrat untuk "menikah muda". Citra, adalah tipe akhwat yang baru hijrah, dan lagi berada di fase excited-excitednya. Sayangnya karena excitednya itu, ia jadi belum terlalu memikirkan matang-matang. Sehingga, ia sempat jatuh terlalu cepat pada orang yang salah.

Lala, di lain hal, sudah lebih dewasa dari kita berdua walaupun umur kita tidak berbeda jauh. Tapi taqwa-nya luar biasa. Mungkin masa lalunya yang mengasahnya. Ia juga tidak mudah untuk mengikhtiarkan ibadah yang satu ini. Sudah beberapa kali mencoba, dan belum ada yang berhasil. Bahkan yang paling parah, sudah sampai dalam tahap nadhor, tapi ikhwannya malah mundur. Dan Lala ini, akhwat yang bercadar.

Tapi kegagalan Lala tidak memukulkan semangat dia untuk bisa mengejar cita-citanya menjadi istri, apalagi ibu, Lala ingiiiin sekali menjadi ibu. (Sepertinya lebih dari ia ingin menjadi istri.) Dan aku juga merasa ia sudah cocok berada di posisi itu. Lala adalah sahabat yang tepat untuk bisa diajak ngomong perihal ini. Aku juga sempat sangat ingin cepat-cepat menikah, tapi niatku belum setulus Lala. Aku selalu mengagumi kesiapan dia untuk menikah dengan siapapun orangnya nanti, beda denganku, yang masih melihat orangnya dulu.

Pada saat ini, aku punya dua orang teman yang benar-benar sudah siap menikah.

Mawar dan Lala.

Kebetulan Mawar menyukai Rendi, aku bisa menjadikan ini ajang perjodohan! Tapi sekalian saja aku cantumkan nama Lala juga. Aku rasa tidak ada yang salah, toh Lala bisa mendapatkan siapapun ikhwan lain selain Rendi, dan ia tidak masalah akan hal itu.

Besok, aku akan melakukan misi rahasia ini.

Di Swift, ada ikhwan bernama Farhan, beliau sebenarnya seumuran kita, tapi entah kenapa dia sangat dewasa sampai ia sudah berani menikah di usia yang sangat muda. Sekarang ia sudah 24 tahun, dan sudah memiliki 1 anak berumur 3 tahun.

Farhan kita sebut sebagai Bapak Perjodohan di Swift, karena dia menjadi tempat pertumpahan curhat semua anggota Swift, termasuk aku. Dan dia yang paling bisa dan berhak membantu me-nyomblangi anak-anak karena dia sudah menikah. Karena kalau yang single, takutnya malah nikung.

Rencanaku adalah, mengajukan kedua nama Mawar dan Lala kepada Farhan untuk melanjutkan kepada ikhwan Swift. Tapi juga menitipkan pesan kalau Mawar lebih baik diarahkan ke Rendi saja, aku sedikit membocorkan kalau Mawar mempunyai kecenderungan ke Rendi. Dengan begitu, harusnya Farhan bisa kan menyatukan mereka? Ah, tidak sabar melihat Mawar bahagia, akhirnya bisa bersama seseorang yang ia sangat kagumi-kagumi itu.

Dan aku yang menyebabkannya!

Oke Fa, makasih infonya, gue coba kejer abis lebaran ya. kata pesan online dari Farhan.

Bismillah. batinku.

* * *

"Fa, Farhan nge WA aku nih. Katanya, ada ikhwan mau taaruf ke aku. Tapi kamu nggak boleh tau dulu, ya." kata Lala, beberapa hari setelah Lebaran.

"Oh ya? Wah alhamdulillah!" ternyata, Lala duluan yang mendapat kabar baik.

Lalu Lala menunjukan sebuah screen capture dari chat WhatsApp dia bersama Farhan.

"Assalamualaikum Lala, kalau ada ikhwan yang maju, Lala siap?"
"Insyaa Allah siap kak."
"Ini ada ikhwan yang sebenernya udah mau maju dari sebelum lebaran, tapi kakaknya di kampung mau coba jodohin dia dulu. Eh ternyata nggak cocok."

Aku membacanya, dan mengambil dua petunjuk:
1. Dia punya kakak
2. Dia punya kampung.
.
.
.

Aku tidak bisa memikiran siapa-siapa lagi, selain Rendi.

Tapi aku coba tenang.
Apa aku kurang jelas bicara ke Farhan?

* * *

"Maw." panggilku, ketika kita sedang bermain bersama.
"Ya?"
"Lo inget kan pernah bilang ke gue, kalo gue emang niat tulus mau nikah buat ibadah, harusnya nggak mandang orangnya?"
"Iya inget, waktu lo nggak jadi mau nikah karena udah nggak suka sama si itu kan?"
"Iya..."
"Kenape?"
"Hal yang sama, untuk lo juga kan?"
"Iya kok Fa, insyaa Allah."
"Oke, alhamdulillah."
"Ada apaan sih? Kok feeling gue nggak enak ya."
"Nggak udah nggak papa. Makan es krim yuk."

* * *

"FAAA! Malem ini kita mau nadhor!!!" ujar Lala di chat massage.
"Mashaa Allah!!! Ya Allah berarti ta'arufnya cocok banget dong ya sampe lanjut ke tahap nadhor?"
"Iya Fa, nggak tau kenapa pas taaruf sama dia dengan diperantarain Kak Farhan, rasanya kayak gampang aja. Cuma 2 hari lho, Fa... Secepat itu, semudah itu."

Walaupun aku awalnya merencanakan ini untuk Mawar, tapi tidak bisa dipungkiri kalau aku turut senang dengan Lala, yang sebentar lagi bisa menggapai cita-citanya. Mawar dan Lala, sama-sama sahabatku.

Acara nadhor berlangsung lancar. Walaupun Lala sempat trauma tapi ia alhamdulillah berhasil berserah diri kepada Allah. Dan sebagai gantinya Allah pun menguatkan hati dan niat Lala. Dan pada saat itu juga, mereka menentukan tanggal untuk lamaran.
Sampai saat ini Lala masih belum juga memberi tahu aku, tapi katanya, aku harus datang ketika lamaran nanti. Jadi seharusnya aku akan menahan rasa penasaranku sampai saat lamaran tiba. Aku juga merasa tidak berhak untuk tahu. Dan mungkin karena aku juga masih tidak berani untuk tahu.

Keesokan harinya, kebetulan ada acara resepsi teman dari Swift juga, Tita. Kita semua hadir, termasuk aku, Mawar, Lala, Sheila, dan Citra. Kami semua menikmati acara resepsi yang menyenangkan itu, makan es doger yang banyak, ikut bernyanyi lagu A Thousand Years, serta foto-foto, video, dan boomerang sampai puas dengan pengantin.

Semua berlangsung dengan sangat bahagia, sampai akhirnya Lala mengajak aku ngomong berdua.

"Fa, sini kamu aku kasih tahu aja. Aku keceplosan ke Citra soalnya."
"Eh nggak usah Lal, nggak usah." aku berusaha menghindari, aku belum siap untuk mengetahui kalau firasatku ini benar.
"Nggak papa udah."
Lala menarikku sehingga kupingku berada di dekat bibirnya.

Lalu dengan cepat, Lala mengucapkan: "Rendi."

* * *

"Maw..."
"Nggak papa, Fa, nggak papa. Berarti emang bukan jodoh, berarti Allah ngelindungin dari yang mungkin bisa mencelakai gue. Alhamdulillah untuk Lala."
"Iya nan, gue tau lo cukup dewasa untuk menerima ini. Gue nggak tega kalo lo bakal taunya nanti ketika undangan disebar. Jadi gue kasih tau lo sekarang. Walaupun mungkin nggak boleh, tapi bodo amat. Perasaan lo lebih gue pikirin dibanding peraturan."
"Iya, makasih ya Fa, udah ngasih tau."
"Dia milih Lala karena istikhoroh kok Maw...."
"Iye ah. Ngerti kok gue. Udah ya gue balik dulu. Wassalamualaikum."
"Fii amanillah. Waalaikumsalam..."

Mawar yang kuat itu, Mawar yang bisa lembek ketika jatuh cinta, juga bisa hancur ketika patah hati. Memang itu lah, fitrahnya manusia.

Aku harus bisa merasakan keduanya, kebahagiaan dan kesedihan. Menjadi tim sukses acara pernikahan Lala, dan juga tetap menjadi telinga untuk mendengar kesedihan Mawar.

Membolak-balik perasaan seperti ini... rasanya aku bisa menggila.

Tapi di saat yang bersamaan, rasanya juga menakjubkan untuk bisa mengalami langsung berbagai macam perasaan-perasaan yang bisa dirasakan oleh satu orang manusia ini. Betapa indahnya menjadi manusia, betapa indahnya ciptaan Tuhan. Betapa lucunya, skenario Tuhan.

Lala dan Rendi telah melangsungkan pernikahannya kemarin, pada tanggal 25 Agustus 2019. Mereka berdua terlihat sangat bahagia. Rendi tidak berhenti tersenyum dan Lala terlihat sangat cantik seperti tuan putri. Saat ijab qobul Lala mengenggam tanganku, dan aku sama sekali tidak bisa menahan deraian air mataku.

Tapi sayang, sahabatku yang satu lagi tidak menghadirinya.

"Gue belum siap, Fa."

Akupun tidak bisa memaksanya.

Do'a Lala telah dikabulkan, tapi bukan berarti do'a Mawar akan dilupakan. Semuanya mempunyai waktunya masing-masing. Benang merahnya sendiri-sendiri. Dan seperti halnya matahari dan bulan yang selalu dalam garis edarnya, takdir kita tidak akan tertukar.

Aku harap, selanjutnya adalah giliran do'a mu, Mawar.



Ditulis oleh Arissa Purilawanti (Ica)
26 Agustus 2019 sampai berubah menjadi 27 Agustus 2019
Di Cibubur.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun