Malam ketujuh. Kami masih selengkap kemarin: aku, Markuat, Watim, Gopar, Senen dan si tua berbadan kecil itu, Mat Wiji. Orang tua itu jangan ditanya, dia sudah sejak malam pertama berada di sini sementara beberapa dari kami, para pemuda kampung dibagi menjadi tiga kelompok besar untuk bergantian menjagai makam sialan itu. Sialan kataku karena yang ditanam di sana justru bukan orang baik-baik.
KEMBALI KE ARTIKEL