Peran bahasa dalam kehidupan sehari-hari dapat dianalogikan dengan peran jantung dalam organ tubuh manusia. Salah satu peran jantung yang menjadi media pemompa darah, dirasa sama urgennya dengan peran bahasa yang digunakan sebagai media pengantar dalam penyapaian suatu maksud. Yang akan menjadi inti pembahasan saya kali ini adalah implementasi atau penerapan bahasa asing dalam pembelajaran baik di lembaga formal maupun lembaga non formal. Mungkin ada dari mereka yang menganggap bahwa penggunaan bahasa asing dalam pembelajaran tidaklah efisien, mengingat bahwa tidak semua orang dapat menguasai bahasa tersebut. Akan tetapi coba anda perhatikan apabila semua orang minimal dapat menguasai dua bahasa yang berbeda (bahasa resmi dan bahasa asing, tidak termasuk bahasa daerah).
Reseptifitas Otak Dalam Menerima Bahasa
Sebelum menyinggung perihal pengaplikasian bahasa asing dalam pembelajran sehari-hari, ada baiknya anda mengetahui bagaimana kesediaan sang otak menerima bahasa baru yang asing dalam memorinya.
Para linguis (pakar bahasa) mempercayai bahwa setiap manusia memiliki sebuah piranti khusus yang berada di dalam otak sebagai alat penerima bahasa. Peranti itulah yang memungkinkan manusia memperoleh bahasa baru, yang akan menjadi vocabulary baru dalam long term memory atau short time memory mereka. Dengan demikian, setiap manusia sebenarnya siap untuk memperoleh bahasa baru (dapat berupa bahasa apa saja dan jumlahnya pun tidak terbatas pada satu bahasa). Dengan kata lain, otak siap untuk memperoleh dua atau lebih bahasa secara bersamaan (simultan). Mengingat bahwa otak kirilah yang bertanggung jawab terhadap pengolahan bahasa dan pengutaraan konsep-konsep yang ada dalam persepsi seseorang. Semua itu merupakan hasil dari penggeneralisasian yang dilakukan oleh belahan fungsi otak kanan.
Jadi, tidak perlu khawatir ataupun takut jika otak anda akan sarat akan bahasa baru yang asing bagi anda, karena sifat otak itu receptive atau dapat menerima apapun yang tertangkap oleh neuron-neuron tubuh anda.
Bahasa Itu Harus Diterapkan, Bukan Hanya Diajarkan
Sudah pasti anda sebagai pelajar juga menerima bahasa asing dalam kurikulum yang dicanangkan di lembaga formal maupun non formal anda bukan?
Lembaga formal seperti sekolah pada umumnya mengstandarkan bahasa asing dalam muatan lokal kurikulum pembeajarannya, akan tetapi setelah diadakannya Ujian Nasional yang mewajibkan Bahasa Inggris masuk sebagai pelajan wajib berbasis nasional, pastilah semua sekolah (SMP sederajat dan SMA sederajat) mengajarkan bahasa asing tersebut. Sementara pada lembaga-lembaga non formal, inklusif pondok pesantren modern, asrama bilingual, maupun lembaga non formal yang lain juga mengajarkan bahasa asing.
Akan tetapi yang saya pertanyakan, apakah semua sekolah menggunakan bahasa asing sebagai pengantar dalam pembelajarannya?
Mungkin ada beberapa sekolah yang telah sukses menggunakan bahasa asing dalam pengantar pembelajarannya. Hal tersebut di upayakan agar para siswa berkompeten dalam lingkup internasional. Sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang ingin “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Padahal jika dikaji lebih dalam, bahasa itu cenderung mengandalkan kemampuan Psikomotor. Dalam hal ini kemampuan Kognitif hanyalah sebagai uslubnyasementara practicenya dari Psikomotor. Kemampuan Psikomotor akan terlatih dengan praktikum lagsung ke lapangan. Artinya, sebuah bahasa mewajibkan penerapannya.
Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran itu memang sangat baik, dan sangat dianjurkan. Kualitas pendidikan yang lebih baik tercipta ketika bahasa asing lebih didominasikan, sehingga menjadi bahasa kedua, setelah bahasa nasional. Itu berarti, sumber daya manusia meningkat seiring pengetahuan baru yang mereka dapatkan. Pelajaran akan anda dapat dari pengalaman, apabila semakin banyak pengalaman anda dalam berkomunikasi (menggunakan bahasa asing), maka semakin banyak pula pengetahuan (bahasa asing) yang anda dapatkan.