Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Makan Gratis dalam Tradisi dan Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

4 Juni 2024   07:51 Diperbarui: 4 Juni 2024   09:36 487 6
Berbicara tentang makan siang gratis seperti yang dijanjikan pasangan calon Presiden Prabowo Subianto dan calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat kampanye pemilihan Presiden/Wakil Presiden, saya teringat akan ungkapan "Tidak ada makan siang yang gratis" atau "No free lunch"?

Ungkapan "Tidak ada makan siang yang gratis" yang muncul sejak awal tahun 1800an merupakan ungkapan yang menggambarkan bahwa hal-hal yang tampak gratis selalu memiliki biaya yang harus dibayar oleh seseorang. Ungkapan ini untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang benar-benar gratis.

Tapi apakah memang benar tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang benar-benar gratis atau kalau disederhanakan apakah tidak ada makan siang yang benar-benar gratis?

Apabila kita melongok tradisi di sebagian besar daerah di Indonesia, maka kita akan mendapati bahwa ungkapan tidak ada makan siang gratis kurang tepat.

Apapun istilahnya, entah makan siang gratis atau makan gratis sehat, sesungguhnya pemberian makan gratis bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Makan gratis yang dikemas dalam berbagai istilah sudah menjadi tradisi dan kearifan lokal di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam tradisi masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya dikenal pemberian makan gratis dalam setiap acara keagamaan. Makanan gratis tersebut disebut dengan nama nasi berkat. Nasi berkat yang juga biasa disebut dengan nasi besek, merupakan satu paket makanan yang biasanya terdiri dari nasi dan lauk pauknya seperti sayur, urap, gorengan, daging ayam, tempe, tahu, air minum dan jajanan yang ditaruh di dalam besek.  Jika jaman dulu besek terbuat dari bambu, maka sekarang terbuat dari plastik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun