"Sebentar lagi ya, tanggung nih sedang menyelesaikan laporan kegiatan yang diminta boss," jawab Maman
"Ok, kalau begitu saya duluan ya. Nanti nyusul saja," ujar Asep.
Ketika Maman akhirnya selesai membuat laporan kegiatan, waktu sudah menunjukkan pukul tiga siang, sebentar lagi waktunya sholat Ashar. Maman pun terburu-buru sholat Dzhuhur sendirian di ruang kerjanya yang sempit.
Sementara itu, Rudi yang bekerja di sebuah perkantoran padat di Jakarta tidak dapat pulang kerja tepat waktu karena harus menyelesaikan rapat dengan salah seorang kliennya. Padahal, semestinya Rudi bisa pulang lebih cepat pada pukul tiga sore, sesuai ketentuan jam kantor selama Ramadan. Dengan pulang lebih cepat, ia berharap bisa tiba di rumahnya di Bekasi sebelum waktu berbuka.
Oleh karena pulang agak terlambat dan terjebak macet di perjalanan, Rudi pun tiba di rumah setelah Magrib. Ia tidak bisa berbuka puasa bersama dengan keluarga. Selanjutnya, karena kecapaian beraktivitas sepanjang hari, ia pun akhirnya tidak melaksanakan sholat Isya dan Tarawih berjamaah di masjid di dekat rumahnya. Usai menunaikan sholat Isya di rumah, ia pun segera tidur agar nanti tidak terlambat sahur.
Dua cerita di atas hanyalah ilustrasi sederhana bagaimana kehidupan modern saat ini, seringkali membuat seseorang terjebak dalam rutinitas yang menyita waktu dan energi. Situasi yang membuat seseorang menjadi sulit untuk menjaga keseimbangan hidup dalam menghadapi tuntutan pekerjaan, keluarga, dan kehidupan sosial, termasuk dalam hal menjalankan ibadah dengan lebih baik, khusus di bulan Ramadan (work, life, ibadah balance).
Padahal, lazim dipahami bahwa menjaga keseimbangan hidup atau yang biasa dikenal sebagai Work Life balance merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.
Di era modern dimana teknologi berkembang pesat, seseorang dituntut untuk memiliki kompetensi dalam banyak hal agar dapat menjaga keseimbangan hidup. Bukan hanya kemampuan yang berkaitan dengan pelaksanakan pekerjaan, tetapi juga kemampuan dalam menjalankan kehidupan pribadi, teman atau keluarga.
Oleh karena itu, menjaga keseimbangan hidup berarti menyeimbangkan waktu dan perhatian yang diberikan pada aspek-aspek penting dalam hidup, seperti pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan kehidupan sosial termasuk dalam menjalankan ibadah.
Dalam konteks yang lebih luas, menjaga keseimbangan hidup dapat juga diartikan sebagai upaya meningkatkan kecerdasan spiritual yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya.
Dalam Islam, seorang Muslim yang memiliki kecerdasan spiritual maka ia antara lain akan mematuhi larangan berbuat syirik, percaya kepada pembalasan Allah SWT, mematuhi Perintah shalat, melaksanakan Amar Ma'ruf dan nahi mungkar, menjalankan perintah untuk sabar, mematuhi larangan bersifat sombong dan sederhana dalam bersuara dan merendahkan suara.
Sementara itu, apabila seseorang tidak mampu menjaga keseimbangan hidup, maka akan terpengaruh kesehatan fisik dan mentalnya, bahkan dapat terganggu hubungannya dengan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan hidup sangat penting karena dapat membantu kita mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental.
Menurut pendapat para pakar, terdapat beberapa faktor internal dalam menjaga keseimbangan hidup yang perlu diperhatikan yaitu keseimbangan waktu, keseimbangan keterlibatan, keseimbangan kepuasan dan kenyaman.
Terkait faktor keseimbangan yang pertama yaitu keseimbangan waktu, dilakukan dengan menentukan proporsi waktu yang diluangkan untuk pekerjaan dan hal-hal diluar pekerjaan seperti waktu untuk kesenangan pribadi, keluarga ataupun orang orang disekitar kita.
Langkah mudah dalam membentuk keseimbangan waktu adalah berkomitmen untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya hanya di jam kerja. Di luar jam kerja adalah waktu pribadi dan keluarga, waktu untuk memperbanyak ibadah, jalan-jalan, mendengarkan musik, berkumpul bersama keluarga dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan faktor keseimbangan yang kedua yaitu keseimbangan keterlibatan, maka seseorang harus dapat menentukan komitmen atas keikut sertaan dalam suatu kegiatan. Bentuknya bukan hanya berupa acara saja, namun juga kegiatan lain yang diikutinya seperti seni, olahraga maupun kegiatan bersama keluarga.
Disini seseorang harus mampu menentukan prioritas kegiatan sejak awal berdasarkan minat dan kemampuannya, misalnya meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan, mengikuti kegiatan seni atau olahraga dan sebagainya.
Faktor terakhir yang harus diperhatikan adalah Keseimbangan Kepuasan. Faktor ini menjadi hal penting dalam menentukan tingkat stress seseorang.
Disini seseorang harus mampu menentukan target kepuasan yang akan dicapai, sehingga di suatu titik bisa mengukur pencapaian yang diraihnya. Target kepuasan yang disusun bukanlah target asal-asalan, namun direncanakan berdasarkan kemampuan dan dukungan dari sekelilingnya, baik rekan kerja maupun keluarga. Buatlah target dalam hidup sesuai kemampuan, jangan sesuai kemauan.
Selain faktor internal dalam menjaga keseimbangan hidup, menurut para pakar terdapat pula faktor eksternal yang tidak dapat diabaikan, seperti rekan kerja dan lingkungannya. Rekan yang memiliki pemikiran positif tentunya akan sangat mendukung terbentuknya suasana kerja kondusif. Lingkungan kerja juga akan menentukan tingkat efektifitas kerja seorang pegawai.
Untuk itu, agar dapat menjaga keseimbangan hidup, baik di bulan Ramadan ataupun bulan-bulan di luar Ramadan, saran yang disampaikan para pakar adalah menjadikan keseimbangan hidup sebagai gaya hidup.
Apa itu gaya hidup? Secara luas gaya hidup didefinisikan sebagai pola hidup seseorang didunia yang terungkap pada aktivitas, minat dan opininya.
Gaya hidup menggambarkan "keseluruhan diri seseorang" yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Dengan pengertian tersebut di atas, maka menjadikan keseimbangan hidup sebagai gaya hidup, dapat dilakukan dengan cara antara lain:
Pertama, menentukan skala priotas berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masing- masing berdasarkan faktor internal dan eksternal untuk mencapai kecerdasan emosional dan spiritual.
Dengan menyusun daftar prioritas, upaya menjaga keseimbangan hidup lebih mudah untuk dicapai karena pembagian waktu dan keterlibatan dalam suatu kegiatan menjadi terukur.
Ingat, dalam menyusun skala prioritas janganlah banyak gaya. Karena menurut ilmu fisika, tekanan berbanding lurus dengan gaya. Jadi kalau seseorang merasa hidupnya penuh tekanan, mungkin karena orang tersebut kebanyakan gaya. Â
Kedua, bekerja efektif efisien agar pekerjaan dapat selesai dengan maksimal dengan waktu yang singkat. Ingatlah, bahwa bekerja adalah ibadah yang merupakan amanah Tuhan YME untuk menjemput tidak sekedar uang, namun juga pahala.
Dengan bekerja efektif efisien, seseorang akan dapat menjaga keseimbangan hidup. Seseorang yang bekerja terlalu keras tanpa menyeimbangkan dengan kesenangan untuk dirinya akan bekerja dengan emosi dan cenderung tidak maksimal. (AHU)