Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Apalah Arti Sebuah Nama Dari Shakespeare Hingga Ebiet G Ade

17 Maret 2024   05:46 Diperbarui: 17 Maret 2024   08:31 272 5
Suatu hari sahabat saya Prof. Mohammad Sabri mengirimkan tulisannya yang berjudul "Paracletos, Ahmad, Muhammad, dan Kun" di Whatsapp group pimpinan kantor. Pada paragraf awal, ia menulis:

"Sebilah "nama" hadir tak sekadar jejak, tapi juga perihal tentang cinta. Jejak, karena nama adalah identifikasi istimewa sesuatu atau seseorang. Cinta, sebab nama memiliki makna eksotis, misteri, dan juga magis. Itu sebabnya Allah swt. "mengajari Adam nama-nama segala perihal" (Qs.Al-Baqarah/2:30) untuk mengetahui status ontologi atau hakikat segala realitas. Karena alasan yang sama, seorang kekasih enggan mengungkap nama kekasihnya, karena dia tidak berkenan orang lain menyingkap rahasia-rahasia cintanya."

Membaca paragraf ini, tiba-tiba ingatan saya melayang pada William Shakespearae yang menyatakan  "What's in a name? That's which we call rose by any other name would smell as sweet (Apalah arti sebuah nama? Toh dinamakan apapun, harumnya mawar tetap akan wangi tercium)."

Dari Shakespeare, ingatan saya melayang ke Ebiet G Ade yang pada 1979 lewat album Camelia I menembangkan sebuah lagu berjudul "Lagu untuk Sebuah Nama". Dalam lagunya ini Ebiet menyebut kata "nama" pada stanza ketiga sebagai berikut:

Mengapa dadaku mesti berguncang
Bila kusebutkan namamu?
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku, itu pasti

Tapi aku tak mau peduli
Sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayangmu
Dan kusandarkan harapanku


Setelah merenung sejenak, sepertinya bukan tanpa alasan ketika ingatan saya mengaitkan "nama" yang disebut Prof. Sabri dengan "nama" yang disebut Shakespeare dan Ebiet G. Ade. Ada kesamaan dalam menempatkan "nama" di antara ketiganya, yaitu menempatkan teks pada konteksnya.

Dalam pemaknaan "nama" oleh Shakespeare, selama ini banyak pandangan bahwa lewat pernyataan "apalah arti sebuah nama", Shakespeare menisbikan makna sebuah nama atau nama itu tidak penting di matanya.

Padahal kalau kita melihatnya secara factual, pernyataan Shakespeare yang dicuplik dari drama masterpiece Shakespeare, berjudul "Romeo and Juliet", maka akan didapati bahwa ucapan tersebut merupakan ucapan dari Juliet sebagai pernyataan cintanya kepada seseorang yang menyandang nama Montague. Secara teks ke konteks, Juliet ingin menyebutkan  Montague hanya lah sebuah nama. Seperti hal dirinya menyandang nama Cupulet.

Adapun dalam "Lagu untuk Sebuah Nama," Ebiet ingin memaknai kata "nama" pada stanza ketiga lirik lagunya tersebut sebagai ekspresi keterpukauan seorang lelaki kepada seorang perempuan yang ia sukai.

Karena terpukau, si lelaki sampai terguncang saat menyebut nama si perempuan yang dicintai meski mengetahui bahwa si perempuan bukan untuknya. Tapi seperti perkataan "cinta itu buta", maka si lelaki pun tidak peduli, sebab menurutnya cinta bukan mesti bersatu. Ia pun pada akhirnya cukup bahagia bila dapat mencumbui bayangan sang perempuan yang dicintainya dan menyandarkan harapannya.

Akhirnya, berbeda dengan Shakespeare dan Ebiet yang mengaitkan "nama" pada sosok seorang manusia pada umumnya, maka teks Prof. Sabri tentang "nama" justru mengaitkannya dengan sosok manusia istimewa, Rasullulah Muhammad SAW.

Menurut Prof. Sabri dalam lanjutan tulisannya "Nabi saw. acapkali merapalkan sejumlah namanya selain Muhammad, yakni Ahmad (berakar dari kata hamd---"yang  paling dipuji"); al-Mh, "orang yang melaluinya Allah menghapuskan (mahw) kekafiran"; dan al-hsyir, "orang yang di kakinya umat manusia berhimpun di Hari Kiamat".

Ia pun kemudian menambahkan di bagian lain "Muhammad adalah KUN, benih segala "realitas" (kawn-"alam"). Dan secara eksotik Al Quran meneguhkan posisi ontologis Muhammad dalam narasi agung: wa m arsalnka illa rahmatan li al-'lamn: "Dan tidaklah Kami utus engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh realitas/semesta".

"Muhammad  menjadi 'simpul cinta' seluruh keperiadaan, karena dia adalah KUN, dan segenap realitas-alam (kawn)  adalah FAYAKUN".

Dari perbincangan tentang nama di atas, maka salah satu hal yang dapat digarisbawahi adalah nama seseorang bukan sekadar nama biasa. Bahkan dalam syariat Islam tidak mengenal istilah "Apalah arti sebuah nama?". Sebab nama yang disematkan kepada kita kelak akan menjadi panggilan di akhirat juga.

Oleh karena itu, dalam Islam tidaklah dianjurkan bagi seorang Muslim untuk memberikan nama-nama yang buruk kepada keturunannya. Seperti sabda Rasullullah SAW: "Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama kalian" (HR. Abu Dawud & Al-Baihaqi. Sebagian ulama menilai sanadnya munqathi', Sebagian menilai sanadnya jayyid). (AHU)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun