Tulisan yang awalnya ditulis di blog ini menceritakan peristiwa malam final pemilihan Putri Indonesia dimana terdapat seorang finalis yaitu Calista yang gagap ketika diminta oleh seorang anggota dewan juri untuk menyebutkan sila-sila Pancasila. Calista tidak sempurna menyebutkan bunyi sila ke empat sehingga menjadi bulan-bulanan netizen.
Akibat kegagalan Calista menyebutkan sila ke empat, netizen bukan hanya merundungnya tetapi juga  ramai-ramai mempermasalahkan kompetensi Pemda Sumatera Barat  (daerah asal Calista) dan Panitia Pemilihan Putri Indonesia dalam membina wawasan Pancasila bagi para calon putri Indonesia.
Menariknya, bukan hanya kedua institusi itu yang dipermasalahkan oleh netizen, tetapi juga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Menurut netizen, sebagai sebuah lembaga yang dibentuk berdasarkan Perpres no. 7 tahun 2018 tentang BPIP, Badan ini seharusnya bisa membina wawasan Pancasila seluruh masyarakat, termasuk para calon putri Indonesia. BPIP harusnya masuk memberikan pembekalan sejak awal. Padahal BPIP sejak awal tidak pernah terlibat atau dilibatkan dalam proses pemilihan Putri Indonesia.
Sebetulnya, apa yang disampaikan netizen sebagian ada benarnya. Idealnya BPIP memang mesti hadir memberikan penguatan tentang Pancasila dalam berbagai program dan kegiatan kementerian/lembaga, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan komponen masyarakat lainnya.
Namun harus dipahami bahwa sebagai suatu Badan baru yang dibentuk pada tahun 2018, BPIP tidak bisa langsung berlari melakukan pembumian dan penguatan Pancasila ke seluruh komponen masyarakat Indonesia.
Yang dapat dilakukan BPIP adalah secara bertahap menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan pembumian dan penguatan ideologi Pancasila.