Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Memiliki dan Mencintai

6 April 2010   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:58 961 1
ketika sudah mempunyai pekerjaan yang tetap, bagi seorang bujangan, kata menikah akan selalu menghantuinya dimana saja. semua orang mendadak menanyakannya, kenapa belum? sudah ada calon? menunggu apalagi? mau dicarikan? dan lain-lain. setidaknya untuk saat ini, jawaban terbaik saya adalah "Tuhan belum mempercayai saya untuk menjadi seorang suami, maka saya harus banyak belajar lagi". kelihatannya bijaksana, tetapi sebenarnya hanya sebuah alasan belaka yang tidak pernah saya lakukan.

bertemu dengan seseorang yang dirasa cocok dengan hati terkadang sangat sulit dan penuh misteri karena tidak pernah diduga akan bertemu dimana dan dalam kesempatan seperti apa. dia adalah orang yang tepat menurut kita. bertemu dengan orang tepat tetapi pada kesempatan yang tidak tepat ternyata lebih menyakitkan daripada bertemu dengan orang biasa saja tetapi pada kesempatan yang tepat. kesempatan yang tepat terkait dengan kondisi masing-masing orang yang bertemu. ada masalah waktu disini dimana mungkin situasi akan berbeda jika kita bertemu bukan dalam kondisi sekarang, ketika masing-masing sudah ada yang memiliki.

dahulu, aku selalu berpikir bahwa cinta tidak harus memiliki, tetapi cukup pernah merasakan kasih sayangnya dan aku selalu mengatakan itu pada siapa saja. pertemuan dengan seseorang telah merubah sudut pandang itu karna kata dia kalimat itu belum selesai, harus ditambah: "dan ketika sudah memiliki maka kamu harus benar-benar mencintainya". apakah ini sebuah konsekuensi dari pernikahan? pikirku dalam hati.

tambahan kata-kata dari dia memang tepat dan aku suka dengan tambahan tersebut. tapi selepas perjumpaan dengannya aku mulai berpikir dengan tambahan kata-kata tersebut, berarti ketika akan memiliki seseorang tidak harus mencari yang benar-benar cinta padanya karena setelah pernikahan banyak hal yang bisa digali untuk menumbuhkan cinta. apakah seperti itu? hanya perkiraan saja karna aku belum pernah menjalaninya.

kata-kata "benar-benar mencintainya" memang mengandung sebuah komitmen dan kepercayaan pada pasangan serta mau menerima apa adanya kelebihan dan kekurangan. menutupi kekurangan pasangan dengan kelebihan kita dan sebaliknya, mungkin seperti itu maksudnya. tetapi masalah datang ketika setelah memiliki seseorang bertemu dengan orang yang dirasa tepat dan cocok (orang yang tepat).

apakah sudah benar-benar cinta pada orang yang sudah kita miliki akan menutup hati kita pada orang lain? aku rasa tidak, karena tidak mungkin menemukan pasangan yang benar-benar sesuai keinginan ataupun kita sudah berusaha memahaminya (benar-benar cinta). bertemu dengan orang yang tepat akan mengisi bagian dari hati yang masih kosong yang belum diisi oleh pasangan, dan untuk sementara waktu ini memang menggembirakan seperti ketika sehabis naik jet coaster, ada tekanan adrenalin yang membuat sensasi untuk beberapa saat. ini mungkin salah satu awal dari perselingkuhan. setelah tersadar, kita memang harus menjalani dengan orang yang sudah kita miliki. komitmen disini diuji eksistensinya.

tetapi bagaimana ketika merasa lebih senang dengan orang yang dirasa tepat daripada dengan orang yang sudah kita miliki? apakah sah berbagi hati untuk mengisi kekosongan hati dengan orang ketiga tersebut? menurut saya itu tergantung orang ketiga tersebut, apakah dia mampu menjaga kehormatan si hati yang kosong ataukah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. memang masih ada kehormatan ketika seseorang yang sudah memiliki membagi hatinya dengan orang yang dirasa tepat? kehormatan dengan berbagi hati mana yang lebih penting? tidak tau, karena saya belum menikah!!!

menikah memang terkait dengan memiliki karena ketika menikah sudah diikat dengan sebuah janji dan disaksikan oleh tamu yang hadir dan yang pasti disaksikan alam dan Tuhan, kecuali nikah sirih yang tamunya mungkin hanya beberapa saja. begitu banyaknya yang menyaksikan itu juga lah yang membuat temanku berkata bahwa ketika sudah memiliki harus benar-benar cinta. benar-benar cinta juga termasuk memaafkan ketika pasangan melakukan kesalahan, harus menempatkan cita-cita ketika hari pernikahan diatas emosi sesaat.

pertemuan dengan seseorang tadi memang membuat saya banyak belajar, mungkin hanya sedikit kata-kata yang yang sempat terucap, tapi dari gerakan, dari tatapan, bahkan dalam diam, kita telah berbicara mengenai banyak hal, kita telah berbagi sesuatu dan punya kesimpulan yang sama, walau itu tidak pernah terucap dalam kata-kata. terkadang aku juga ragu dengan bentuk komunikasi seperti ini, jangan-jangan apa yang aku simpulkan berbeda dengan dia. tapi dari gerak-geriknya, sinar matanya, melamunnya semakin meyakinkan aku bahwa kita satu kata dan satu rasa. efektifkah komunikasi seperti ini? biar anak komunikasi yang menjawab.

soal merasakan memang sulit dijelaskan dengan kata-kata, atau jangan-jangan bahasa yang tidak mengakomodasi apa yang kita rasakan sehingga lewat tatapan, gerakan, lamunan bahkan dalam diam pun dapat mewakili perasaan kita. masalah sampai atau tidak itu lagi-lagi masalah perasaan, sulit menjelaskan.

kata-kata terakhir dalam perjumpaan adalah bahwa aku harus segera memutuskan, lagi-lagi tidak banyak kata tapi tatapan matanya berkata lebih banyak dan sepertinya dia benar-benar tau tingkah laku seperti apa saja yang bisa meyakinkan aku. di satu sisi, pertemuan dengannya memberiku banyak pelajaran hidup, walaupun dengan sedikit kata-kat, di sisi yang lain sangat menyiksa karena apa yang aku suka ada pada dirinya, dan sialnya dia tau itu semua, mengungkapkan padaku bahkan cenderung menggodaku. pertemuan dengan dia memang semakin meyakinkan aku bahwa cinta memang tak harus memiliki, cukup pernah merasakan kasih sayangnya, ditambah "jika sudah memiliki, kita harus benar-benar mencintainya".

laguku malam ini: SELIR HATI dan TERIMA KASIH CINTA

05-04-10, 22:10

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun