Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop

Akibat Buruk Ketika Kepala Desa Memilih Tidak Netral

11 Oktober 2024   14:05 Diperbarui: 11 Oktober 2024   14:16 33 0

Beredar video viral di WhatsApp, berisi Pipit dikelilingi Kaji Kapit (bupati), beberapa gus, dengan Jidan, Kepala Desa Menoro, Sedan.
Para kepala desa pasti kenal dengan Jidan, Ketua Paguyuban Kades Kabupaten Rembang (Guru Pendowo). Nama organisasinya bagus, "Guru Pendowo". Dalam pewayangan, guru Pendowo adalah Pendeta Durno.

Memang bukan deklarasi resmi, namun video itu sudah menunjukkan, seorang Jidan di situ tegak lurus mendukung salah satu paslon.

Jidan hanya salah satu sample. Berikutnya, ada pertemuan lain yang mengkoordinasi kepala desa, untuk manut dan nurut bujukan Jidan dan Mbah Kaji (bupati) untuk mendukung salah satu paslon. Yang cantik, punya banyak uang, dan optimis jadi.

Sayang sekali, belum ada yang berani upload video ini di Tiktok atau Instagram.

Bagi yang belum tahu tentang peraturan, ini spoiler yang perlu kita catat, bagikan ke kawan sebelah yang sedang makan indomie. Menurut Undang-undang Pemilu, selagi belum masa kampanye dan peserta pemilu belum ditetapkan, ini tidak masalah. Hanya saja, publik menjadi tahu, warga desa tahu, kalau sebagian kepala desa dan bupati mereka tidak netral. Silakan bayangkan, apa yang terjadi pada musim kampanye nanti, ketika warga menandai kelakuan kepala desa dan bupati mereka, yang terang-terangan mendukung salah satu paslon.

Yang tidak membolehkan, justru Undang-undang Desa.
Itu sebabnya, orang-orang kaget melihat seorang Jidan, kepala desa ketua "Guru Pendowo" ini melakukan potensi pelanggaran etis.

Menurut Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, Pasal 26 Ayat 4 menegaskan bahwa "Kepala Desa berkewajiban untuk membina kerukunan dan ketenteraman masyarakat desa." Meskipun tidak ada larangan eksplisit tentang keterlibatan politik, diharapkan kepala desa menjadi figur pemersatu dan menjaga kerukunan tanpa memihak dalam urusan politik.

Kepala desa memiliki pengaruh signifikan dalam masyarakat, dan dukungan terbuka terhadap calon dapat mempengaruhi pandangan dan pilihan warga, meskipun belum ada penetapan resmi.

Hal ini berpotensi menimbulkan persepsi bahwa kepala desa tidak lagi netral, yang dapat mengakibatkan perpecahan dan konflik sosial.

Dalam kampanye, pelaksana dan/atau tim kampanye dilarang melibatkan ASN, kepala desa dan perangkat desa. Ini disebutkan dalam UU Nomor 7 tahun 2014 Pasal 280 ayat (2).

https://peraturan.bpk.go.id/Download/26739/UU_Nomor_7_Tahun_2017_-_Batang_Tubuh_-_Hal._151-317.pdf

Menurut Undang-undang Pemilu (Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017) memang bisa dianggap tidak melanggar, dengan alasan belum memasuki masa kampanye dan belum ada penetapan siapa yang menjadi peserta pemilu.

Yang menjadi masalah adalah netralitas mereka. Kepala desa dan perangkat yang menyatakan dukungan ke salah satu bakal calon, berarti menunjukkan siapa yang akan mereka dukung nanti. Artinya, mereka melanggar netralitas dan memihak dalam urusan politik. Tindakan deklarasi dukungan, meskipun tidak dalam masa kampanye, dapat dianggap sebagai pelanggaran etika dan prinsip netralitas. Ini pelanggaran potensial, karena dapat menimbulkan persepsi negatif mengenai netralitas mereka.

Bawaslu perlu melakukan penyelidikan untuk menentukan apakah tindakan tersebut melanggar regulasi yang ada dan memberikan edukasi kepada para perangkat desa mengenai pentingnya menjaga netralitas. Situasi ini perlu ditangani dengan cermat untuk menjaga integritas pemilihan dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.

Berdasarkan etika kepemimpinan, mempertahankan netralitas adalah bagian dari etika kepemimpinan yang baik. Kepala desa seharusnya menjadi figur yang mempersatukan, bukan memecah belah, terutama dalam konteks politik.

Tindakan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi persepsi pemilih karena berasal dari kepala desa dan perangkat desa.

Jidan dengan bangga menyatakan dukungan. Perangkat dan kepala desa lain, yang bisa dia pengaruhi dengan ilmu Durno, tidak menyadari kepentingan Jidan, yang jelas-jelas melanggar peraturan.

Bagi perangkat desa dan kepala desa yang berani menyatakan dukungan ke salah satu paslon, terkena tekanan atau bujukan, ingatlah satu hal: warga desa bukanlah orang-orang bodoh, ketika melihatmu melanggar undang-undang.

Unggah-ungguh itu memperlihatkan siapa dirimu di depan warga.

Masihkah kita akan mengikuti kepala desa yang tidak memahami unggah-ungguh dan Undang-undang Desa?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun