Putih merujuk pada kebenaran. Hitam merujuk pada ketidakbenaran. Sedangkan yang tidak jelas sikapnya atau mencampur-adukkan kebenaran dan ketidakbenaran seringkali ditandai simbol abu-abu.
Kebenaran bersumber dari Tuhan (kitab suci). Ketidakbenaran adalah hal-hal yang dilarang Tuhan, ketiadaan cahaya dari Tuhan, yang tidak boleh dilakukan manusia.
Pemahaman tiap orang mengenai kebenaran dan ketidakbenaran bisa jadi berbeda-beda tergantung daya nalarnya. Juga, bisa jadi ada kesenjangan antara konsep dan praktik. Membaca kitab suci secara tekstual tanpa mencernanya dengan akal juga rentan pada pemahaman yang menjerumuskan, bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Manusia, tidak mungkin dari lahir sampai mati itu putih terus (steril, tanpa cacat cela). Juga, manusia tidak mungkin dari lahir sampai mati itu hitam terus (berbuat tidak benar terus).
Ada kenyataan, bahwa di luar hitam putih abu-abu ada warna biru, kuning, hijau, cokelat, merah dan seterusnya berikut dengan turunan gradasinya. Dan semuanya itu jelas bedanya. Kenyataan yang bisa membuka cakrawala baru.
Keluar dari zona nyaman dengan pikiran terbuka bisa membimbing seseorang pada paradigma yang mengarah pada kearifan universal.
.
.
(Diilhami komentar Mbak Aridha Prassetya yang menanggapi komentar Pak Ermana di kolom komentar dalam postingan "Melatih Diri Menata Hati #30)