Dan rasakan remuk redam menyatu sendu dalam gelisah
Layar terkembang luas namun jutaan detik percuma terbuang
Terpendam belukar bagai karang di dasar lautan
Tak terbendung amarah, prasangka tak bisa kuhapus
Hitamku menyatu dalam celah raga sukma khayalku
Betapa tipisnya jiwa rapuh ini membisikkan nyanyian kematian
Terucap ringan layaknya sehelai bulu menari tergeliat udara
Dan semua bintang memanggilku terbang keatas
Panah tajam menusuk sela-sela sayap hitamku
Jangkar menghantamku hingga tulang belulang hancur lebur
Tak bisa diam begitu saja, aku harus berlari cepat
walau pisau tersembunyi dibalik kapal itu melukaiku
Mengapa tak bunyikan genderangnya?
Mengapa tak dayung saja perahunya?
Lari ke gunung, puncak bukit, lautan .
Meninggalkan dataran tinggi menyeberang hingga tepian
Tinggalkan segala jalan berliku, apapun telah terjadi.
Aku dan sayap hitamku bersembunyi dalam sepi
Mengharap keajaiban datang, hadir di pundakku
Sementara lainnya begitu jauh mengudara menyelubungi bunga
Membuatku terpana dengan eloknya warna -warna cerah
Ingin rasanya terbang jauh mengangkasa apa daya sayapku patah
Menghirup nafas hidup melayang menikmati dunia fana
Lamun berduri mengering menjerat kaki kecilku.
Pasir berbisik padaku agar segera pergi meninggalkan tempat ini
Duri semakin terpaut bergolak menyelimuti dalam langkah sepi.
Telah lama sendiri, Sayapku makin terikat sesak terjepit ilusi
Aliran sungai kecil yang letih tak lagi bernyanyi
Tak tau harus mulai darimana untuk mengakhiri
Ribuan ikan menyerbu mengucapkan selamat tinggalnya
Penyu enggan melihatku bagai daun kecil yang jatuh
Dan mengharap keajaiban datang, hadir di sayapku