Kali ini saya berangkat ke spot yang kata orang setelah banjir reda, ikan sangat banyak ada di sana.
Sebuah kawasan peternakan kerbau liar. Lahan seluas 40 hektar -- kata yang empunya kerbau saat berapapasan -- memang tergolong luas dahulunya. Namun begitu ada program desa membangun, banyak dibuat parit-parit sehingga hak penguasaan lahannya pindah ke pemerintah desa. Dulunya memang tanah adat secara turun temurun. Walau tak jauh dari pemukiman warga desa.
Namanya saja kawasan kerbau liar, mereka dikelilingi oleh pagar kawat berduri yang menjadi milik warga peternak kerbau liar. Gabungan dari dua buah desa. Jadi memang benar-benar luas.
Menurut saya kawasan ini memang masih perawan untuk para pemancing. Mengingat banyaknya kerbau membuat pemancig takut memasuki wlayah ini.
Kata orang sih, jika ada kerbau yang mati anaknya gerbau tersebut akan gila dan mengamuk pada siapa saja yang ada di dekatnya. Apalagi mereka yang memakai baju merah. Katanya sih, benar tidaknya entahlah.
Hari ini cuaca terasa agak terang. Matahari sudah terlihat terang benderang sejak pagi. Ada kemungkinan jika pun turun hujan akan datang setelah tengah hari.
Saya pun bergegas berangkat ke tempat itu, dengan harapan besar akan mendapatkan banyak ikan. Dan benar! Tempat itu memang benar-benar masih perawan. Tak ada tanda-tanda pemancing datang kensana sebelumnya.
Begitu masuk pagar lawat berduri, yang perpikir pertama kali adalah kalau nanti ada kerbau bagaimana? Tapi yang namanya sudah punya semangat besar rasa takut pun terkalahkan.
Dari tempat itu memang tak terlihat ada kerbau bergerombol. Yang ada hanya semak belular dan irigasi yang beberapa bulan lalu seselai dibuat.
Dalam hati saya sudah berpikir, rejeni nomplok ini. Belum ada pemancing ke tempat ini. Pasti nanti ikannya akan sangat banyak. Apalagi genangan air baru saja surut.
Sesampainya di spot pemancingan saya kecelek. Ternyata ada dua orang ibu yang sudah duduk manis sambil sebentar-sebentar strike ikan brek (wader). Sekitar pukul setengah sembilanan mungkin.
Melihat saya datang mereka berdua merasa senang. Pasti nanti ada yang berani menjauhkan kerbau jika mereka datang. Dua ibu itu tak tau kalau saya paling takut sama kerbau.
Pengalaman masa lalu yang dikejar kerbau ketika mancing juga. Ceritanya pas menjelang maghrib ada suara kerbau memanggil-manggil anaknya. Dasar mulut saya latah. Sambil memegang joran pancing di tepi sungai, saya tirukan suara mereka.
Tiba-tiba indukanya mendekat, waktu saya berdiri kerbaunya mendongak. Waktu saya berjalan menjauh kerbaunya mengikuti. Nah, pada saat saya mempercepat langkah, kerbau pun mempercepat langkah. Akhirnya saya lari. Dan kerbaunya ikut lari.
Bayangkan kerbau sebesar itu lari, tanah bergetar semakin saya laju kerbaunya semakin laju. Maka saya pun teriak-teriak minta tolong, sambil terus berlari.
Ngelantur juga saya ternyata. Soal dikejar kerbau dibawa-bawa.
Tapi waktu itu saya anteng saja. Kerbaunya paling tak akan mendekat, dalam hati saya. Jadi sambil berseloroh saya katakan, "Tenang aja, Cil. Kita buru nanti jika ada kerbau yang mendekat." Pura-pura berani. Padahal saya penakut sekali dengan kerbau.
Sambil celingukan ke kiri ke kanan, dan ke belakang saja kerjaan saya. Padahal ikannya sudah makan pancing tak henti-henti. Rasa was-was kalau ada kerbau mendekat itulah yang jadi fokus itua. Tak lagi fokus pada mancingnya.
Begitu mendengar suara gemerusuk dalam hutan dari seberang pengairan spot mancing saya. Cepat-cepat saya berdiri.
"Hae! Kenapa berdiri? Mau pulang ya?" celetuk salah seorang ibu.
"Pegel kaki kelamaan duduk," sahut saya.
Acil gak tau kalau saya sedang takut. Ha ha ha .... Maka saya ambil bongkahan tanah kemudian melemparnya ke arah suara tadi.
Dan benar! Warna hitam nyembul dari semak-semak di sela-sela rimbunan pohon. Gimana ini? Pikir saya. Padahal ibu-ibu tadi berharap saya yang membantunya jika ada kerbau yang datang. Sementara keduanya cuek saja. Tetap asyik saja mancing sambil terus memasukkan ikan ke dalam termos ikan.
Benar-benar mancing berkumpul bersama kerbau ini. Sayangnya saya takut. Coba saya berani, pasti akan seperti dua ibu tadi. Cuek bebek juga.
Akhirnya, sensasi tarikan ikan memakan umpan tak berasa lagi. Yang ada malah sensasi bertahan dari rasa takut kalau-kalau kerbaunya mendekat dan mengejar seperti pengalaman masa lalu.
Dari pada belang saya ketahuan, lelaki yang takut dengan kerbau. Sebelum dua ibu itu menyadari. Saya pun pamot pulang. Lumayanlah meskipun konsentrasi mancingnya terbagi saya tetap dapat ikan banyak. Tapi lebih banyak ibu itu. Minimal dua kali punya saya. Mungkin juga lebih.
Sesampai di rumah saya tak bercerita soal ketemu kerbau. Soalnya orang rumah nanti pasti akan mentertawakan saya. Dahulu saja ketika saya bercerita dikejar kerbau, semuanya terpingkal-pingkal. Kan malu untuk kedua kalinya akan terulang lagi. Jadi saya diam saja.
"Tumben sudah pulang, belum juga tengah hari. Baru satu jam."
"Lapar. Kan belum sarapan," sahutku mengalihkan perhatian. Ha ha ha...