Kadang mereka juga saling bercerita pengalaman seru tentang tarikan ikan, ketemu ular besar, dikejar kebo, dikejar babi. Dan macam-macam cerita lainnya.
Semakin betah ketika di atas jembatan tersebut ada penjual pentol, sejenis cilok kalau di daerah lain. Celup suap, celup suap. Tak terasa seribu, dua ribu, tiga ribu masuk dalam mulut. Sambel pedas kian pedas ketika tak ada air mineral yang dijual. Paling juga air es yang dituangi satu sachet sari rasa.
Nah, pada kesempatan itu aku pun bersama dua ponakan ikut mampir.
"Ayo mentol dulu. Nih ada uang tigapuluh ribu."
Mereka senyam senyum saja. Dalam hati mungkin mikir, wah rejeki besar. Waktunya lapar. Ditawarin pentol, mantab!
Lagi asik mencocol pentol tiba-tiba datang sepasang suami istri. Dari sinilah cerita dimulai.
"Di sinikah orang disambar buaya itu?"
Matanya mengarah kepada. Berarti pertanyaan ini diarahkan ke padaku.
"Buaya? Emang ada buaya di sini?" tanyaku balik. Kok ada yang mengatakan di sungi kecil ini ada buaya.
"Iya! Katanya orang Simpang mancing di sekitaran sini. Dengkulnya disambar buaya. Besar lukanya." jawabnya menyakinkan.
Orang-orang yang ada di sekitaran itu menanti jawabannya. Semua mata mengarah kepadaku.
"Orangnya bercerita disbar buaya itu di mana?"
"Katanya di sungai Pendamaran. Ini sungai Pendamaran kan?"
"Iya ini sungai Pendamaran. Tapi tak ada buaya di sini."
"Dia cerita begitu. Dengkulnya yang luka pun aku lihat."
Maka tampa sengaja aku tertawa. Orang-orang bingung. Padahal aku jarang ketawa.
"Kalau di sungai Pendamaran lain mungkin ada saja namanya buaya. Tapi buaya somplak. Di sini sejak berpuluh tahun lalu. Sejak jalan ini masih setapak. Pohon-pohon sebesar drum minyak tanah masih tumbuh dan lebat. Tak pernah terdengar ada buaya.
Sejak jembatan ini hanya batang kelapa hingga diganti dengan kayu ulin. Padahal setiap hari para penebang kayu menghanyutkan gelondongan layunya sampau ke sungai besar. Mereka lebih sering bermalam di pinggir sungai dari pada di rumah mereka tak pernah terdengar ada buaya.
Kalau ketemu ular sebesar batang kelapa sering. Juga ada macam yang berseliweran juga sering. Bahkan ada yang sering menyaksikan beruang kuning yang tak berkelapa pun ada yang bercerita. Tapi tak ada yang bercerita tenang buaya.
Sungai ini jika musim kemarau airnya sisa sedikit. Sejak dahulu begitu. Malah jika kemarau panjang air sungainya kering. Hanya ada aliran kecil yang terputus-putus. Jadi sungguh mustahil jika asa buaya di sungai.
Dahulu hutan begitu lebat, sementara sekarang hampir sebagian besar hutan di pinggir sungai sudah musnah. Hanya ada tanaman karet dan sawit. Sisanya paling-paling areal persawahan. Dan tiap hari ada petani yang menggarap kebun dan sawah mereka."
"Tapi cerita itu heboh di tempat tinggal kami. Teman-teman hampir semua percaya dengan cerita itu. Nyatanya ada bekas luka yang dipelihatkan."
Pantes saja, sejak sekian bulan yang lalu para pemancing dari daerah simpang jarang terlihat. Padahal dahulu. kalau sudah sabtu minggu, banyak kendaraan berjejer diparkir. Mobil-mobil juga banyak berderet di tepi jalan.
Berarti cerita hoax yang disebarkan oleh orang itu berhasil ditelan mentah-mentah setelah ada bukti dengkul yang luka.
Mungkin saja ketika kailnya nyangkut yang bersangkutan menceburkan diri ke sungai mengambil kail. Kemudian karena mereka orang kota, cara masuk ke dalam sungainya tak mahir. Al hasil, karena malu luka saat bercebur padahal hanya karena kail bisa jadi dilaranglah sebuah cerita hoax.
Anehnya banyak yang percaya cerita hoak dari pada cerita nyata. Begitulah kita!
Makanya kini cerita hoax begitu mendominasi ladang informasi. Semakin banyak yang mengunggah akan dianggap kejadian dan berita tersebut nyata.
Akibatnya, fitnah merajalela. Penistaan, pembengkokan, pembohongan, penipuan, dan sebagainya menjadi dagangan yang laku keras. Para pembuat hoak yakin, jika informasinya banyak, dan dikomentari serta di like oleh semakin banyak orang maka mereka berhasil.
Terakhir, jangankan berita hoak, nabi palsu saja yang sudah jelas-jelas diyakini tidak ada lagi nabi setelah Rasulullah SAW ternyata tetap banyak pengikutnya. Entah apa yang mereka pikirkan?