Hampir semua orang di Indonesia mungkin tahu bahwa sektor migas pernah menjadi sektor andalan di negeri ini. Namun pada perkembangannya, sektor ini mengalami berbagai tantangan yang tak mudah untuk ditaklukkan.
Pemerintah rupanya juga tidak menutup mata dengan fluktuasi yang terjadi di sektor strategis ini. Paradigma yang digunakan pun bergeser, migas bukan lagi sebagai sumber pendapatan utama negara, melainkan migas menjadi lokomotif perekonomian Indonesia.
Interpretasi dari perubahan paradigma ini terlihat dalam aktivitas industri hulu migas yang diharapkan banyak menimbulkan multiplier effect bagi perekonomian.
Seperti pada tulisan sebelumnya, beberapa hal yang saya tuliskan sebagai multipplier effect aktivitas industri hulu migas di antaranya melalui penyerapan tenaga kerja. Pada tulisan lainnya, kegiatan hulu migas juga mampu memicu perekonomian lokal di daerah-daerah operasi para kontraktor migas melalui kerjasama dengan BUMD atau entitas lokal lainnya.
Salah satu multipplier effect lainnya yang berdampak besar adalah pelibatan perbankan nasional dalam industri hulu migas. Karena dari pelibatan perbankan tersebut, secara nyata mampu menggerakkan sektor-sektor yang lain. Dampak industri hulu migas pun menyebar gaungnya kemana-mana, membantu meningkatkan produktivitas bangsa.
Dari publikasi yang didapatkan dari SKK Migas, disebutkan bahwa sejak 2008 SKK Migas mengharuskan transaksi pembayaran pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan perantara perbankan nasional. Setelah kebijakan diterapkan, nilai transaksi pengadaan terus mengalami tren peningkatan. Jika pada 2009 transaksi yang dilakukan sebesar US$ 3,97 miliar, pada akhir 2013 transaksinya sudah hampir menyentuh US$ 8 miliar. Selain itu, pemanfaatan perbankan nasional juga dilakukan melalui kewajiban kontraktor menyimpan dana cadangan (reserve) untuk pemulihan kondisi lapangan setelah operasi (Abandonment and Site Restoration/ASR). Hingga 31 Januari 2014, penempatan dana ASR yang disimpan di Bank BUMN mencapai US$ 501 juta.
Pada akhir 2013, total transaksi industri hulu migas telah mencapai US$ 57,8 miliar. Angka tersebut berasal dari kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS) yang sudah berproduksi. Secara detail dijabarkan bahwa dana tersebut adalah akumulasi dari transaksi minyak sekitar US$ 31,3 miliar, gas pipa sebesar US$ 12,4 miliar, dan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dan elpiji (liquefied petroleum gas/LPG) sebesar US$ 14,1 miliar.
Payung hukum yang jelas