Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Pansos

27 Desember 2018   16:47 Diperbarui: 27 Desember 2018   17:32 209 1
Aku menyesap kopi moccalatte favorit yang udah ada di meja, sambil dengerin dua rekan, alias temen kerja yang ngoceh  mulu kayak sepeda nggak punya rem. Yang pakai jilbab keki pucat namanya Feby. Padahal ini hari Kamis, nggak tahu kenapa dia pakai jilbab warna itu, nggak serasi sama seragam. Yang satu namanya Anes, Yohanes Kristian. Nggak perlu aku jabarin dia berkeyakinan apa kan ya? Udah jelas kalau Anes mah.

"Ke, kamu pasif amat di grup. Jangan nulis mulu napa? Sekali-kali ikut nimbrung," kata Anes yang berdiri sambil ngemil keripik singkong.

Aku berdehem sambil ngetik kata pengantar. Biarlah mereka mau bilang apa.

"Iya ih. Kamu tahu nggak, Ke. Beberapa hari ini ketuanya ikut nimbrung. Seru banget," timpal Feby.

"He em. Dia ternyata asik juga ya, kenapa kalau di blog jarang bales komen?" Anes mereka-reka.

"Kak Tian?" tanyaku.

"Siapa lagi kalau bukan Kak Tian. Dia asik juga kalau diajak ngobrol. Apalagi soal tulis menulis, aku yang nggak gitu mudeng ini kudu nyambung dong. Malu ih, kalau kelihatan bego. Hahahaha," kata Anes sambil ketawa.

"Aku juga iya loh, Nes. Kalau ada dia selalu nyari-nyari obrolan yang sekiranya, bikin Kak Tian berasumsi kalau aku tuh pinter soal ngeblog," imbuh Feby.

Aku menghela napas denger bahasan mereka yang makin gak nggenah.

"Ngapain sampe segitunya sih?" sergahku.

"Ya, biar menarik perhatian Kak Tian lah. Apalagi," tegas Anes sebelum dia duduk di kursinya. Sedangkan Feby masih semeja denganku, dia menikmati makan pagi yang tadi beli di warung depan.

"Nggak perlu pansos juga kali, jadi diri sendiri aja. Emang kalian tahu, gimana kriteria cewek yang Kak Tian suka?" tanyaku.

Mereka berdua diam sesaat, tidak menjawab pertanyaanku. Malah keduanya ngelanjutin bahasan, gimana caranya bikin Kak Tian terkesan?

Fokusku teralih ketika mendengar nada dering ponsel. Kucari benda canggih itu di dalam tas. Ketemu, dan ternyata ada panggilan masuk.

"Hallooo, waalaikum salam," jawabku.

"Siang ini kamu free nggak? Fotonya udah jadi nih," ucapnya yang ada di seberang sana.

"Wah, asik. Kirim aja, nanti ongkos kuganti deh." Aku seneng banget dengernya, nggak sabar pengen lihat hasil foto pas ikut kirab budaya di kabupaten.

"Aku mau ke Cepu, ketemu klien. Kalau kamu free, siang ini ...." Kalimatnya menggantung, tapi aku paham apa yang dia maksud.

"Boleh, di tempat biasa." Aku menyanggupi ajakan tersirat darinya.

"Siap. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam." Dia menutup telpon.

Ah, pagi-pagi udah dapet kabar bahagia. Kan aku jadi senyum-senyum sendiri.

"Siapa, Ke?" tanya Feby.

"Temen," jawabku singkat.

"Eh, Ke. Aku saranin sama kamu ya. Kalau kamu nggak mulai ikutan ngobrol sama Kak Tian. Nanti pas meet up, dia nggak kenal sama kamu loh," usul Anes.

Masih itu lagi yang dibahas. Aku cuma mencep.

"Bener banget apa kata Anes. Mending kamu ikutin cara kita deh, biar Kak Tian tertarik dan nggak sok cool kalau ketemu nanti." Si Feby sama aja kayak Anes, suka cari muka.

"Nggak deh. Buat apa pansos kek gitu, cuma buat dapet perhatian," tolakku.

"Lihat aja nanti, kamu bakal nyesel," tukas Feby.

Sedang aku asik berkirim pesan buat nentuin jam berapa bisa ketemuan.

"Jam satu ya, Ke?" Tulisnya di pesan yang kuterima.  

"Siap Kak." Balasku.

"Jangan panggil Kak, Tian aja."

Kubalas dengan emo tersenyum.

Dua temenku nggak tahu, kalau aku sama Kak Tian udah beberapa kali ketemuan berdua sambil ngopi bareng.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun