Pada suatu ketika ada seorang meletakkan sebongkah batu di jalan kecil yang berada di belah selatan Pasar Pamenang menuju arah taman kota (Ringin Budho), kemudian ia bersembunyi sambil menunggu untuk melihat apakah ada orang yang menggeser batu yang merintangi keleluasaan jalan kecil itu sampai waktu menginjak shubuh. Beberapa orang yang lewat ketika berhadapan dengan batu yang diletakkan itu lantas membelokkan langkah mengitarinya agar bisa lewat “Peh.. watu iki ngrusuh-ngrusuhi dalam thok ae, ngene kok gak enek sing minggirne tho.. ( batu ini mengotori jalan aja , gini kok tidak ada yg menyingkirkan ya..)” kata mereka. Banyak yang dengan lantang mengumpat seorang yang meletakkan batu itu, tapi tak seorang pun berbuat sesuatu untuk menyingkirkan batu itu. Tak berapa lama kemudian lewatlah seorang bapak pedagang pagi membawa sayur-mayurnya, ketika langkahnya terhambat sampai diperintang jalan itu, ia menaruh sepeda dan dagangannya ke pinggir jalan lalu berusaha menggeser batu itu ke pinggir sambil bergumam “Ngene iki lak’ yo nganggu wong liwat tho….( wah.. ini bisa mengganggu orang lewat..)” Dengan susah payah akhirnya batu tersebut berhasil dipinggirkan, sehingga jalan kembali leluasa.
Ketika pedagang itu hendak mengangkat lagi sayur-mayur bawaannya tadi, dilihatnya ada sebuah bungkusan tergeletak ditengah jalan bekas batu tadi diletakkan. Setelah menghampiri bungkusan kertas, bapak pedagang itu lalu membuka bungkusan kertas itu, ternyata setelah dibuka bungkusan itu berisi beberapa uang kertas dan uang receh yang yah…lumayanlah, serta sepucuk kertas dari orang yang meletakkan batu itu, isi tulisannya kira-kira begini kalau dibaca.
“Inggih…matursuwun kagem sampean sing sampun purun minggir’ne watu meniko…, yotro ingkang wonten kertas niki kagem sampean, rejekine sampean…monggo ‘mesem rumiyin sak dereng’e ngucap puji syukur dumateng Gusti Allah..
Mungkin dari kejadian diwaktu fajar itu, si pedagang pagi merenung kembali sambil menarik pelajaran yang mungkin takkan pernah dimengerti oleh semua orang, bahwa disetiap rintangan (karena sudah berusaha menyingkirkan batu tersebut) merupakan peluang untuk memperbaiki keadaan.
“Mmm….Paling’o sing ndhekek ‘watu iki oleh rejeki turah, trus yo pingin bagi-bagi rejeki…wee. Yo ditompo ae.( mmm.. mungkin yg naruh batu ini dapat rejeki berlebih, terus juga ingin bagi2 rejkeki… ya sudah..diterima aja )” Sambil mengayuh sepeda dan dagangannya, si pedagang pagi melanjutkan menuju ke Pasar Pamenang untuk berdagang, sambil mengucap syukur kepada Gusti Allah Pangeran Jagat yang telah memberi ‘Sebuah rejeki’ di waktu fajar.