Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Konservasi Terumbu Karang Pulau Weh, Aceh dengan Penggunaan Pelampung Penambat (Mooring Buoy)

29 Juli 2010   07:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:30 1478 0

Terumbu karang merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai diversitas sangat tinggi yang terdapat di perairan laut dangkal. Terumbu karang ditemukan di kawasan tropika. Ekosistem ini merupakan ekosistem yang sangat produktif di dunia, sama dengan ekosistem hutan bakau. Terumbu karang merupakan struktur biologi yang disusun seluruhnya dari aktivitas biologi, merupakan deposit CaCO3 yang diproduksi oleh terumbu karang Phylum Cnidaria, Class Antozoa, dan Ordo Scleractinia. Ekosistem terumbu karang mendukung produktivitas perikanan dan menyediakan protein essential untuk masyarakat. Kehadiran terumbu karang sangat dipengaruhi tekanan lingkungan, termasuk tekanan lingkungan oleh manusia. Misalnya sedimentasi dari watershed, pengambilan terumbu karang, pengeboman ikan karang, atau karena aktivitas turis yang berjalan di tepi pantai dan tanpa sengaja menginjak atau menambatkan perahunya di terumbu karang .

Oleh sebab itu, kehadiran ekosistem terumbu karang harus dijaga agar ekosistemnya dapat berlangsung secara berkelanjutan, salah satunya dengan mengurangi pengaruh aktivitas turis yang menggunakan perahu yang ditambatkan di terumbu karang. Pulau Weh, Aceh, mempunyai banyak pantai yang merupakan ekosistem terumbu karang. Misalnya di Pantai Iboih, Pantai Gapang, Krueng Raya, dan Priya Laot. Ekosistem terumbu karang mempunyai habitat pada kedalaman sekitar 5–10 meter.

Mooring buoy adalah pelampung yang ditambatkan pada dasar perairan, dihubungkan dengan menggunakan talipada pelampung. Tujuannya adalah sebagai penanda titik tertentu di perairan dan juga digunakan untuk menambat kapal, boat, dan perahu pengunjung terumbu karang dan juga penanda kedalaman perairan arus deras. Pemasanganmooring buoy di daerah sekitar Pulau Weh telah dilakukan oleh Tim KKN – PPM UGM unit 124 pada tahun 2009 lalu.

Lokasi pemasangan mooring buoy dilakukan di titik penyelaman yang tersebar di sekitar Pantai Iboih, Pulau Weh, dengan kedalaman 5-10 meter. Lokasi-lokasi yang akan dijadikan titik pemasangan dipilih dengan dengan pertimbangan kebutuhan akan mooring buoy di suatu daerah. Kegiatan ini dilakukan dengan mengkoordinasikan terlebih dahulu dengan tokoh masyarakat sekitar yang mengetahui secara mendalam kondisi perairan di daerah tersebut.

Kegiatan ini merupakan kerjasama yang telah dilakukan antar institusi yaitu University of Toulouse, Perancis dengan Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (PUSPAR-UGM). PUSPAR-UGM bekerjasama pula dengan mahasiswa tim Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) UGM unit 124 antar semester tahun 2009, dilakukan bersama masyarakat, serta Pemerintah Kota (Pemkot) Sabang. Kegiatan pemasangan mooring buoy juga dikoordinasikan dengan Dinas perhubungan Kota Sabang dan tokoh masyarakat sebagai pihak yang berkompeten, kegiatan ini melibatkan masyarakat sekitar agar tujuan pemberdayaan dan pembelajaran bagi masyarakat dapat tercapai.

Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan penelitian ini yaitu besi sebagai rangka bagian dalam konkret, drum sebagai rangka bagian luar, ban bekas mobil berfungsi untuk penambat tali yang dihubungkan ke pelampung (buoy), buoy berbentuk bundar dengan diameter 8-10 inch, pisau untuk memotong tali, perkakas seperti palu, pemotong besi, cangkul, dan pahat untuk membuka tutup drum, semen, batu gunung, pasir, dan kerikil untuk mengecor konkret, tali untuk mengikat buoy, dan kili-kili untuk menguatkan ikatan buoy. Selain itu dibutuhkan juga perahu angkut seperti perahu ponton untuk mengangkut unit mooring buoy ke lokasi pemasangan.

Tahapan pengerjaan mooring buoy adalah 1). Dibuat prototipe mooring buoy. 2). Drum diisi semen yang dicampur kerikil; pada pusat drum yang akan diisi semen dibuat cetakan bulat dari kayu supaya ada lubang vertikal untuk mengikat tali tambang atau dengan cara memasang besi yang dibengkokkan ke dalam konkret; 2). Dilakukan uji coba pengangkutan drum yang telah dicor dengan menggunakan perahu ponton yang ditarik oleh kapal dan diletakkan di perairan; 3). Mooring diturunkan perlahan-lahan ke dalam air; 4). Tali tambang diikatkan pada mooring. Panjang tambang sebelumnya sudah diukur sesuai dengan kedalaman pasang surut; 5). Pada bagian ujung tali tambang dipasang pelampung (buoy).

Mooring buoy ditambatkan pada titik tertentu dengan menggunakan pemberat berupa konkret semen yang diisi di dalam drum, pemberat dihubungkan ke pelampung dengan menggunakan tali tambang. Dalam pembuatan mooring buoy, faktor yang harus diperhatikan adalah selisih ketinggian pasang-surut air laut dan arus air laut. Panjangnya tali tambang yang dipakai harus menyesuaikan pasang surut air laut. Sementara massa pemberat (konkret) harus menyesuaikan arus air laut. Pelampung penambat (mooring buoy) merupakan alat penambat kapal yang mudah dibuat, murah, sederhana, dan ramah lingkungan. Pemasangan mooring buoy dapat mengurangi tekanan-tekanan jangkar kapal secara langsung terhadap ekosistem terumbu karang. Tahapan pemasangan mooring buoy yang dilakukan tim KKN PPM UGM antar semester 2009 di Pulau Weh, Aceh adalah sebagai berikut:

Sosialisasi Program dan Koordinasi dengan Stake Holder

Sebelum melakukan kegiatan ini dilakukan sosialisasi dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, baik yang formal maupun informal. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman ataupun kekeliruan dengan masyarakat. Acara sosialisasi program dilakukan pada tanggal 9 Juli 2009 pada pukul 21.00 WIB bertempat di meunasah (Mushalla) Kelurahan Iboih, dan di hadiri tidak kurang dari 40 orang. Kemudian meminta izin kepada lembaga yang berwenang, terkait program ini, di antaranya: Dinas Pariwisata Kota Sabang, Pemerintah Kota Sabang, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan BAPPENAS. Baik itu secara langsung, maupun tidak langsung, namun tetap dalam kaidah formal. Lalu berkoordinasi dengan pihak terkait, sehingga program ini dapat berjalan lancar dan bermanfaat bagi semua pihak. Stake holder yang ikut terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, yakni: Panglima laot (pemimpin laut di Aceh; semacam pawang), yang memberi informasi mengenai pantai-pantai di Pulau Weh, perahu-perahu nelayan, aktifitas nelayan, dan lain-lain. Pemilik dive shop dan tokoh masyarakat yang aktif dalam kegiatan bahari di Pulau Weh, mereka memberikan informasi mengenai cara pembuatan dan pemasangan mooring buoy, bahan-bahan dan peralatan yang di butuhkan, khususnya peralatan selam, dan perahu yang digunakan untuk pemasangan.

Pembelian Peralatan, Perlengkapan, dan Bahan-BahanPembuatan Mooring Buoy.

Setelah semuanya siap, langkah selanjutnya adalah menyiapkan bahan-bahan, peralatan, dan perlengkapan dalam pengadaan mooring buoy. Dalam pelaksanaannya, barang yang dibutuhkan harus dibeli di Kota Sabang, Banda Aceh, bahkan sampai dipesan ke Medan. Dikarenakan, keterbatasan perlengkapan yang ada di Pulau Weh maupun Banda Aceh, sehingga harus memesan barang tersebut (Buoy) sampai ke Provinsi lain. Upaya pengadaan barang-barang pun mengalami hambatan, dikarenakan sarana transportasi yang tidak memadai, sehingga kami harus menyewa mobil atau truk. Baik untuk pemesanan maupun pengantaran barang ke lokasi pembuatan mooring buoy. Ditambah lagi, lokasi pembuatan yang letaknya di daerah yang sedikit terpencil yaitu di pantai Teupin Sirkui yang letaknya jauh dari pondokan Tim KKN PPM UGM. Sehingga, barang-barang yang dibutuhkan harus diangkut memakai perahu, yang membutuhkan biaya yang sangat besar (dua kali pengangkutan). Kegiatan pada tahap ini berlangsung pada tanggal 10-18 Juli 2009, menghabiskan waktu selama delapan hari. Tim KKN UGM harus turun ke lapangan, dalam hal pengangkutan barang-barang, karena hanya sebatas menyewa perahu, tanpa fasilitas penurunan barang ke lokasi pembuatan mooring.

Pembuatan Konkret Mooring Buoy

Setelah semua barang-barang yang di butuhkan tersedia, Kegiatan ini berlanjut pada tahap pembuatan. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 20-30 Juli 2009, yang menghabiskan waktu selama sepuluh hari. Di mulai pada pukul 10 pagi, sampai pukul 4 sore hari, dalam sehari sebanyak 4 buah konkret mooring dapat dibuat. Berarti, membutuhkan waktu selama satu setengah jam untuk membuat sebuah konkret mooring. Proses pembuatan dilakukan di tepi pantai Teupin Sirkui, di depan lokasi pembuatan terdapat dive shop Rubiah Tirta Divers. Sebanyak 25 orang mahasiswa ikut terlibat dalam proses ini, di bantu oleh Pak Dodent (pemilik dive shop Rubiah Tirta Divers) dan pegawai dive shop Rubiah Tirta Divers. Sebanyak 42 buah konkret mooring berhasil di buat dalam program ini. Lokasi yang cukup jauh dari lokasi pondokan mahasiswa, yakni 5 KM membuat kami kesulitan dalam pengerjaannya, dikarenakan tidak adanya transportasi umum di daerah ini. Sehingga memaksa kami menyewa sepeda motor setiap harinya.

Rangkaian proses pembuatan konkret mooring, antara lain: Membuka tutup drum dengan menggunakan pahat dan palu, agar bisa di masukkan batu, adonan semen, besi, dan ban mobil. Dilanjutkan dengan membuat adonan semen dan pasir dengan komposisi, satu sak semen bercampur dua belas karung. Kemudian mengaduk adonan tersebut yang terlebih dahulu di campur air tawar, dengan menggunakan sekop. Lalu, memotong dan membengkokkan besi cor yang digunakan untuk menahan ban mobil agar tidak terlepas dari drum. Selanjutnya, menuangkan adonan semen, dan batu gunung ke dalam drum sampai berisi setengah drum, kemudian memasang besi cor dan ban mobil ke dalam drum, lalu di tuangkan kembali adonan semen dan batu gunung, sampai memenuhi drum. Tahapan ini membutuhkan tenaga yang sangat besar, tak heran bila teman-teman Tim KKN Sabang kelelahan dalam pembuatan konkret mooring. Dari yang terbiasa memegang bolpoint untuk menulis, berubah menjadi harus terbiasa memegang sekop untuk mengaduk semen. Tentunya akan mengalami kesulitan, karena memang pada dasarnya kami seorang mahasiswa, dan bukanlah buruh bangunan yang ahli dalam pekerjaan seperti pembuatan mooring. Namun, dengan semangat dan rasa tanggung jawab yang tinggi, pembuatan konkret mooringtetap dilakukan dan diselesaikan. Karena tahap ini membutuhkan tenaga yang banyak, akhirnya semua teman-teman Tim KKN Sabang ikut serta dalam pembuatan konkret mooring.

(proses pembuatan konkret mooring)

(contoh hasil konkret mooring)

Pemasangan Mooring Buoy.

Konkret mooring yang sudah terselesaikan, kemudian dipasang di lokasi yang sudah di tentukan. Dalam program ini, mooring buoy atau tambatan kapal, di pasang di pantai Teupin Layeu dan pantai barat Pulau Rubiah. Mooring buoy yang terpasang di Pantai Teupin Layeu sebanyak 10 titik/buoy, ditujukan untuk kapal-kapal nelayan dan kapal wisata, dengan dua buah konkret mooring di tiap titik/buoynya. Sementara untuk pantai barat Pulau Rubiah, terpasang sebanyak 3 titik/buoy, dimana tiap titik berisikan 4 buah konkret mooring, yang ditujukan untuk perahu-perahu besar (biasanya datang dari pelayaran luar negeri di Selat Malaka). Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 1-10 Agustus, dimana (seharusnya) dalam satu harinya sebanyak empat konkret mooring yang terpasang. Namun dalam pelaksanaannya, tidak setiap hari dapat dilakukan pemasangan konkret mooring, hal itu di karenakan perahu yang dipakai untuk pemasangan, hanya bisa di gunakan bila tidak mengangkut para penyelam ke lokasi/tempat penyelaman. Karena perahu tersebut memiliki tugas utama, yakni mengangkut penyelam, bukan mengangkut konkret mooring.

Langkah pertama dalam proses pemasangan konkret mooring adalah, konkret yang sudah siap, di angkut dengan perahu ponton yang besar (perahu milik Pak Dodent; pemilik dive shop Rubiah Tirta Divers), dengan cara diikat pada sisi perahu. Namun sebelumnya, konkret mooring digelindingkan/dibawa ke tepi pantai terlebih dahulu.

(proses menjatuhkan konkret mooring ke dasar laut)

Kedalaman mooring buoy bervariasi, untuk Pantai Teupin Layeu rata-rata sedalam 5 meter dan untuk di pantai barat Pulau Rubiah, rata-rata sedalam 12 meter (kedalaman dihitung pada saat air pasang). Konkret mooring dijatuhkan di wilayah ekosistem terumbu karang, namun di bagian dasar perairan yang tidak terdapat terumbu karang agar tidak terjadi kerusakan terumbu karang.

(konkret mooring yang sudah berada di dasar laut)

Langkah selanjutnya adalah proses pengikatan konkretmooring dengan menggunakan tali tambang 18mm, lalu di hubungkan dengan kili-kili (swapel) agar tersambung dengan buoy yang diikat menggunakan tali 12mm.

(pengikatan tali dan pemasangan swapel)

(pemotongan tali yang sudah terikat)

Dengan bantuan Dive Shop Rubiah Tirta Divers, proses pengikatan memakan waktu 30 menit untuk daerah pantai barat Pulau Rubiah, dan 15 menit untuk pantai Teupin Layeu. Arus yang deras dan jarak pandang yang buruk karena memasang di daerah berpasir menjadi hambatan dalam pemasangan konkret mooring.

(proses pengikatan konkret mooring dengan buoy di permukaan laut)

Dengan dilakukan pemasangan mooring buoy disekitar pantai Pulau Weh, Aceh, maka diharapkan tidak ada lagi nelayan ataupun masyarakat umum lainnya yang melempar jangkar secara sembarangan untuk menambatkan kapal Karena dapat merusak terumbu karang. Kapal-kapal tersebut dapat ditambatkan ke pelampung-pelampung (buoys) yang telah terpasang sehingga ekosistem terumbu karang di Pulau Weh dapat terus terjaga.

(mooring buoy yang telah digunakan untuk menambatkan kapal)

Keberadaan mooring buoy memiliki dampak postif bagi ekosistem terumbu karang serta kehidupan ikan disekitarnya. Hal ini terlihat dari berkurangnya ancaman terhadap kerusakan terumbu karang akibat jangkar dan ditemukannya berbagai spesies ikan-ikan karang yang berada di sekitar lokasi pelampung penambat yang dibenamkan di dasar (pantai) laut. Pengadaan pelampung penambat (mooring buoy) ini dapat memelihara keberadaan terumbu karang sehingga secara tidak langsung ikut mengamankan keberadaan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh dan memelihara sumber daya perikanan di sekitarnya.

Kendala yang muncul selama kegiatan pemasanganmooring buoy ini antara lain kebutuhan terhadap alat dan bahan yang kurang memadai dan kekurangan tenaga ahli, karena yang melaksanakan kegiatan ini adalah mahasiswa yang sebenarnya tidak memiliki keahlian dalam bidang pertukangan dan bangunan. Tetapi berkat bantuan seluruh pihak dan masyarakat setempat, kegiatan pemasangan mooring buoy dapat terlaksana sesuai harapan yang direncanakan.

Pada akhirnya, Pemasangan mooring buoy disambut dengan antusias oleh masyarakat karena hampir semua komponen masyarakat di Pulau Weh ikut terlibat. Setelah dilakukan pemasangan mooring buoy, wilayah perairan menjadi lebih teratur karena terdapat rambu-rambu penanda zona. Berkat bantuan seluruh pihak dan masyarakat setempat kendala-kendala yang dihadapi selama kegiatan ini dapat diatasi.

Penulis adalah anggota tim KKN PPM UGM Unit 124 Pulau Weh

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun