Pernyataan SBY tentang fenomena monarki di Yogyakarta, telah mengundang kontroversi besar, ada apa di balik political will pemerintah tersebut? Salah satu bentuk reaksi atas pernyataan SBY, banyak lapisan masyarakat mengeluarkan sorotan tajam, sebagai ungkapan kekecewaan mendalam? SBY sebagai Presiden RI, tentunya sudah menakar segala dampak social-pilitik, sebelum mengeluarkan statement resmi, di mana kalkulasi resiko tentunya sudah menghasilkan nilai positif.
Menurut saya, ada beberapa asumsi SBY sehingga mengeluarkan pernyataan tersebut:
1.Penegakan Konstitusi
2.Pengalihan Issu besar
3.Kepentingan antar tokoh nasional
4.Tekanan Negara lain
Pada poin penegakan konstitusi, pada satu sisi, juga mengandung kebenaran, karena sistem monarki, tentunya bertentangan sistem demokrasi (pemilihan langsung), termasuk pada perlakuan yang sama antar provinsi lainnya di Indonesia. Aspek konstitusi ini, tentunya meniadakan pendekatan lainnya, seperti kajian historis Yogya dan Indonesia, sosio-kultural Yogyakarta, di mana wajar mendapatkan predikat Daerah Istimewa. Pertanyaannya, adalah kenapa baru sekarang (pada periode II SBY)? Apakah SBY baru sadar konstitusi?
Untuk poin kedua, pengalihan issu besar, dari kaca mata politik, saya anggap juga kurang pas. Karena issu besar yang muncul, seperti mafia Pajak-Gayus dan berbagai bencana yang muncul, tidak significan dengan issu monarki. Kecuali, kalau dihubungkan bahwa semenjak pemerintahan SBY, bencana datang silih berganti, seakan-akan alam Indonesia menorehkan pesan, bahwa Rakyat Indonesia salah dalam memilih pemimpin.
Poin yang lebih memungkinkan adalah kepentingan antar tokoh nasional, karena penyelesaian masalah politik di Indonesia, cenderung terkesan menggunakan sistem tombol, di mana klik yang dominan dipakai pada wilayah politik-hukum. Jadi wilayah hukum, bukan untuk penegakan hukum, tetapi peluru ampuh untuk membungkam lawan politik. Bisa saja, kepentingan SBY ke depan, seperti Pilpres, berbenturan dengan Figur lainnya yang memiliki interest lebih kuat dengan Gubernur Yogyakarta. Sisi lainnya, adalah jika issu monarki ini kuat, dan berhasil menggelitik kepentingan tokoh nasional lainnya, pihak SBY mengeluarkan tawaran barter kepentingan, yaitu RUU keistimewaan Yogya di selamatkan, tapi selamatkan juga amandamen UUD 45 untuk periode presiden. Semua bisa jadi mungkin, jika political will yang menginginkan.
Menyangkut tekanan negara lain, dari pandangan politik, saya lebih melihat kepentingan SBY pada Obama-Amerika Serikat(AS). Asumsi ini dengan merujuk pada dua aspek besar, yaitu dukungan AS pada negosiasi perbatasan dengan Malaysia dan kepentingan ekonomi Indonesia pada AS-negara sekutunya. Kunjungan Obama ke Indonesia, tentunya mengandung implikasi yang besar, baik sebagai bukti pengakuan relative kuatnya Indonesia dalam hubungan internasional, termasuk pula dukungan pada pemimpinnya. Dukungan AS pada Indonesia dalan negosiasi perbatasan dengan Malaysia, memang sangat penting, khususnya dalam mengimbangi tekanan sekutu Malaysia yang tergabung dalam Negara commonwealth. Sementara itu tekanan rakyat Indonesia terhadap SBY untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan Malaysia juga sangat kuat, karena memang Malaysia akhir-akhir ini selalu bertingkah dan berhasil memicu amarah rakyat Indonesia.
Dalam menjaga hegemoni AS pada kepentingan politik internasionalnya-pasca runtuhnya Rusia, biasanya menggunakan dua issu utama, yaitu demokrasi politik dan terorisme, walaupun inti kepentingannya tetap pada kendali ekonomi dunia. Jadi, semua Negara yang mengharapkan dukungan AS, terlebih dahulu harus membuktikan keseriusannya menjalankan dua issu utama tersebut. SBY dianggap sangat serius pada wilayah pemberantasan terorisme di Indonesia, sehingga yang tersisa adalah keseriusan pada demokrasi politik.
Dengan demikian, menurut saya, fenomena monarki Yogyakarta adalah bentuk persembahan SBY terhadap Obama.
Salam Kompasiana