Yogya, 2/5/2015. Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Yogyakarta mengadakan acara Seminar Peraturan Daerah tentang Pendidikan berbasis Budaya yang bertempat di Aula Dinas Kebudayaan DIY. Acara yang dihadiri 130 utusan dari yayasan dan sekolah-sekolah dari lima kab/kota se-Yogyakarta ini dibuka oleh Dinas Kebudayaan DIY Drs Agus Amarullah M.A.
Ngayogyokarto Hadiningrat adalah bahasa jawa, yang jika diartikan menjadi baldatun toyibatun wa robbun ghofur. Negara yang diidam-idamkan umat ini. Raja Kraton Yogyakarta punya gelar Sayyidin Klalifatullah Panotogomo, mempunyai tugas sebagai wakil Allah untuk menata agama Islam dan memakmurkan negeri ini, papar Drs Muhammad Jazir Asp.
Sultan Hamengku Buwono pertama adalah seorang santri. Saat pembangunan kraton dan tata kota tidak bisa dilepaskan dari Islam, karena itu adalah simbol fase-fase perjalanan seorang hamba Allah, tambahnya.
Dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa, maka Yogyakarta sebagai pusat pendidikan, budaya, dan tujuan wisata terkemuka di Asia maka dibentuklah Perda pendidikan berbasis budaya ini. Pendidikan budaya ini memperkaya sistem nasional pendidikan, ungkap Kadinas Kebudayaan DIY Drs Umar Priyono M.Pd.
Kita sebagai sekolah Islam menyambut hangat adanya perda ini, karena selaras dengan semangat keislaman yang ada di sekolah-sekolah kami. Kraton Yogyakarta yang menjadi acuan budaya di Yogyakarta adalah satu-satunya kerajaan Islam yang masih ada di Indonesia, kata Dr Sudiyatno M.E. ketua JSIT DIY.
Sekolah-sekolah islam terpadu (SIT) kita harapkan berperan aktif dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya ini. Pemda DIY siap bekerjasama dalam mensukseskan program ini, terang Kepala DPPKA DIY Drs Bambang Wisnu.
Hadir pada kesempatan itu Drs Rubiyatno M.M dari Dinas Pendidikan Kota Yogya dan Huda Tri Yudiana Komisi D DPRD DIY.
Keraton Yogyakarta sebagai kelanjutan Khilafah Turki Utsmani ditandai dengan penyerahan bendera hitam dari kiswah Kabah bertuliskan 'La Ilaha Illa Allah' dan bendera hijau bertuliskan 'Muhammad Rasul Allah'. Kedua bendera itu masih disimpan di Keraton Yogyakarta. Maka, Pendidikan budaya Kraton yang ini harus kita tanamkan sejak dini, agar anak-anak kita tidak tercerabut dari akar sejarah Islam Kraton Yogyakarta, ungkap peserta dari Pesantren Bina Umat Yogyakarta.