Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Idul Qurban Mengingatkan Makna Keikhlasan

26 Oktober 2012   08:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22 648 1
Iduh Adha kali ini disambut dengan beragam suasana perasaan hati yg berbeda dari masing-masing pemiliknya.

Ada yg penuh sukacita karena masih bisa kembali merayakannya dengan keluarga yg lengkap dan sehat, syukur-syukur bisa ikut berkurban seekor kambing atau berpartisipasi dalam tujuh orang yg berkurban seekor sapi sesuai dengan perintah-Nya.

Ada yg berduka cita, karena mungkin ada salah satu anggota keluarga atau kerabat yg sudah tidak bisa ikut menemani sebagaimana Idul Adha yg lalu.

Ada yg penuh dengan keharuan, karena mendengar kabar keluarga yg sedang menunaikan ibadah Haji sesuai dengan rukun islam yg ke-5 tersebut dalam keadaan sehat dan dilindungi oleh-Nya.

Apapun makna yg kita peroleh tahun ini ketika kembali dipertemukan oleh Idul Adha, janganlah pernah lupa makna sesungguhnya Idul Adha yg bercerita tentang keikhlasan seorang Ayah bernama Nabi Ibrahim AS yg merelakan putranya yg telah dinantikan bertahun-tahun kedatangannya, untuk dikurbankan sesuai dengan perintah-Nya.

Pernah tahu rasanya menunggu bertahun-tahun lamanya sesuatu yg sangat kita harapkan kedatangannya??

Pernah tahu kebahagiaan tiada tara saat sesuatu yg kita tunggu begitu lama itu akhirnya datang kepada kita??

Tapi pernahkah tahu juga rasanya merelakan sesuatu yg sudah kita tunggu begitu lama untuk dikorbankan dan di kembalikan pada-Nya??

itulah perasaan Nabi Ibrahim AS.

Merelakan sesuatu yg sangat kita cintai, tentu bukan hal yg mudah. Apalagi hal tersebut telah sangat kita nantikan bertahun lamanya. Namun ketika akhirnya Sang Pencipta mengujinya dengan perintah untuk berkurban, disanalah keimanan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim diuji untuk merelakan, mengikhlaskan Nabi Ismail putranya untuk di sembelih.

Tapi sungguh rencana-Nya begitu indah dan tepat pada waktunya. Keikhlasan Nabi Ibrahim terjawab sudah, dan terganti. Beliau tidak harus kehilangan putranya, karena perintah yg berubah untuk menyembelih seekor kambing yg kala itu telah tersedia disampingnya.

Begitulah cara Allah menguji kita, terkadang Dia ingin tahu seberapa besar keimanan dan cinta kita kepada-Nya, apakah kita masih menomorsatukan Dia atas segala apapun yg fana yg kita miliki?

Melalui kisah diatas kita diingatkan, ketika kita kehilangan sesuatu yg sangat kita cintai, atau ketika kita harus merelakan kepergian sesuatu yg sudah sangat kita jaga begitu lama. Maka tetaplah berbaik sangka, karena sesungguhnya rencana dan ketetapan-Nya maha indah, bahkan lebih dari apa yg kita harapkan.

semakin cepat ikhlas, semakin cepat diganti dengan yg lebih baik.

dan apa ikhlas itu? Ikhlas bukanlah saat kita mengatakan, "aku sudah ikhlas". Pada dasarnya keikhlasan bukan sesuatu yg diucapkan oleh mulut, melainkan dari hati. Saat kita ikhlas, itu berarti kita tidak akan mengungkitnya lagi ke belakang. Saat kita ikhlas, itu berarti saat ada yg membicarakannya, kita sudah mampu meresponnya dengan tersenyum. Senyum keyakinan, bahwa Sang Pencipta akan segera mengganti kesedihan kita dengan kebahagiaan yg berkali lipat.

Saat kita ikhlas, maka tidak akan ada rasa sakit yg dapat menyentuh kita.

Karena kita sudah ikhlas.

Karena kita berbaik sangka pada Allah.

Karena kita percaya Allah akan menggantinya.

Karena kita percaya Allah memiliki rencana yg lebih baik.

Ketika kita telah benar-benar ikhlas...

"Selamat Hari Raya Idul Adha 1433 H. Semoga kita dapat semakin belajar makna keikhlasan dalam hidup dan mengeksistensikannya selalu pada hati sanubari. Dan semoga kita menjadi Haji yg Mabrur serta bisa mengikuti tauladan sakinah keluarga Nabi Ibrahim AS"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun