Sesekali aku ingin jadi waktu yang demikian tabah menemanimu, melupakanku. karena air mata ialah jembatan paling sunyi untuk bertemu tuhan. ada banyak hal yang tak membutuhkan bunyi untuk membuatku tuli. seperti cinta, yang menjatuhkan perasaan-perasaan berisik. pada akhirnya, pada waktunya, aku lebih memilih melepaskan, ketika perjuanganku tidak lagi dihiraukan.
Rinduku, hanyalah tentang debar yang lesap dicuri angin dan tak sempat jatuh pada pelukan. jika kau burung ingin kutumbuhkan tubuhku menjadi pohon, agar kau hinggap. terserah kau, hendak terbang atau tetap menetap. karena aku mencintai kehilangan, sebab hanya disana kau kutemukan. selepas kau pergi meninggalkanku, lalu pergi. barangkali aku akan menjadi satu-satunya orang yang lupa untuk tersenyum.
Dalam jemari manismu, kuikatkan sebuah doa untuk menandakan bahwa namamu selalu ku sebutkan. dalam doa-doaku, kekasih, takan tersesat ia memburu kesedihan yang berpancar dimatamu. engkau cahaya menyentuh permukaan telaga, menembus arus alir air bermuara dikedalaman dan kedamaian jiwa. pada akhirnya kita hanyalah sepasang kenangan yang sibuk merayakan rindu lewat kehadiran hujan.
Takdir adalah tetes hujan, kau tak bisa mengembalikannya kelangit begitu saja. akulah rasa sakit yang kau jatuhkan dari matamu, dan aku adalah mimpi buruk bagi kebahagiaanmu. terkadang, ada rasa ingin memilikimu dengan sepenuh hati. tapi sayang, aku lebih memilih untuk pergi. karena hidup sudah meminjamkan nafas padaku, dan ia memberiku kesempatan untuk mengembalikan dengan kebaikan.
Melebihi kebahagiaan apapun, cinta dan tuhan seperti sepasang lengan. aku tak pernah ingin kehilangan salah satunya. kutemui sebuah senja yang gelisah, saat sepasang mata menatap asing seekor kupu-kupu yang terjatuh diatas tanah. seburuk-buruknya kesedihan ialah yang terus kurawat dalam kata-kata, aku pindahkan sesak di kepalaku kedalam sebuah sajak, maka kata-kata akan secantik saat engkau bahagia.
Cinta dan ciuman pertama dan segala tentangmu gugur dari kelopak ingatan, sepanjang jalan pulang rindu begitu menyesakkan. sebab bagiku adamu serupa udara, maka sejenak saja kau pergi beranjak dadaku akan terasa sesak. tabahlah kasih, sebab kau telah memilih. dan pada suatu ketika sesak di dadaku bukan lagi aku yang merawatnya. ajari aku melepasmu, seperti udara yang kuhembuskan setelah kuhisap dalam-dalam. tanpa menyesakkan, tanpa menyakitkan.
Dalam kabut yang terbuat dari nafasmu, aku tak tahu lagi saat yang tepat untuk berhenti mencintaimu. saatnya menyadari, tak ada kedamaian maupun keajaiban dalam buku juga hidupmu. kecuali yang kuciptakan sendiri.
" Pada kilometer berbeda, kita menatap langit dan bergeming. cinta, terkadang hanya bisa kita rasakan seperti angin. "
ariesdjuan.blogspot.com