Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Rapunzel Vs Beauty and The Beast

23 Desember 2010   01:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 359 0
Apakah dengan kesejajaran itu Rapunzel juga seelok Beauty and the Beast? Kurang adil membandingkan sebuah film yang merupakan “my personal most favorite” dan sudah ditonton berulang-ulang dengan film yang baru ditonton sekali. Namun, mungkin justru di situlah perbedaannya. Beauty and the Beast saat pertama menontonnya—dari laser disc—dulu membuatku terperangah, lantas ingin menontonnya lagi dan lagi, tak bosan-bosan. Sedangkan Rapunzel? Begitu selesai nonton di studio 3D, ya sudah—rasanya bagus, tapi tidak menggoda untuk segera menontonnya lagi. Tokoh yang nemplok di kepala ya hanya Rapunzel, Flynn, Gothel, dan… Maximus! (Silakan temukan sendiri siapa dia, ini tokoh sampingan yang amat mencuri perhatian dan nyaris “mengubur” tokoh utamanya; aku berkhayal akan ada film tersendiri tentang si Maximus ini). Lagu-lagunya tak ada yang langsung melekat, dan rasanya kurang nyaman didengungkan kembali. Aku (jenis kelamin: laki-laki) suka meringis menirukan Belle menyanyikan penolakannya pada Gaston, tapi kayaknya tak bakal tertarik untuk ikut-ikut mengumandangkan “Mother Knows the Best.” Dibandingkan animasi Hollywood lain belakangan ini (di luar Pixar), Rapunzel termasuk menyenangkan. Ada ketegangan ala Indiana Jones pula. Tetapi, dibandingkan dengan kecemerlangan Beauty and the Beast, salah satu adikarya animasi Disney (lainnya: Pinocchio, Fantasia, Snow White and Seven Dwarfs, dan Bambi), Rapunzel masih terasa kurang darah. Rapunzel memang berambut panjang, namun Beauty and the Beast lebih meninggalkan denyut pesona yang berkepanjangan di hati permirsa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun