Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Hujan Dalam Perspektif Manajemen Risiko

5 Januari 2021   00:59 Diperbarui: 5 Januari 2021   01:01 337 2
Tahun 2021 dimasuki dengan agak mendingan. Semoga ini pertanda agak baik, yha. Dibandingkan pergantian tahun 2019 ke 2020 yang full hujan di Jabodetabek sehingga awal tahun langsung banjir, tahun ini tidak demikian. Walau begitu, BKMG sudah memprediksi bahwa sebagaimana tahun-tahun yang sudah lewat bahwa Januari-Februari 2021 bakal menjadi puncak musim hujan.

Sebagai manusia biasa, yang bisa kita lakukan sesungguhnya hanya bersiap. Apalagi manusia biasa yang harus berangkat kerja setiap hari dan untung-untungan harus menghadapi hujan atau tidak. Dahulu, saya paling malas dengan musim hujan karena tentu saja penuh ketidaknyamanan. Sekarang? Ya, tetap tidak nyaman, tapi minimal hati lebih lapang sedikit.

Kuncinya? Manajemen risiko.

Terima kasih kepada kantor yang sudah mengirim saya untuk sertifikasi Manajemen Risiko. Ilmu ini baik sekali bukan hanya buat ngantor, tetapi buat kehidupan sehari-hari.

Salah satunya adalah mempelajari selera risiko dan toleransi risiko. Saya coba sederhanakan bahwa sesungguhnya di dunia ini yang bisa kita lakukan adalah memitigasi sebaik-baiknya sampai pada batas yang kita mampu, sisanya ya menerima suatu risiko itu apa adanya.

Misalnya dalam kasus berangkat kerja dan takut terlambat karena hujan. Pengendalian risiko saya antara lain adalah berangkat lebih cepat, membawa jas hujan atau payung, tidak memakai sepatu kerja ketika naik KRL, maupun menyiapkan uang cash apabila kondisi tertentu membuat saya harus naik ojek pangkalan dari stasiun ke kantor.

Pada batas itu, menurut saya sudah maksimal. Jadi, kalau ada apa-apa yang di luar kondisi itu tentu harus diterima. Saat ini, ketika hujan saya sudah tidak lagi memikirkan absensi di kantor yang akan berdampak pada gaji saya di awal bulan berikutnya. Lebih baik saya memikirkan cara bisa sampai ke kantor dengan baik dan benar daripada harus buru-buru, marah-marah, akhirnya ya telat-telat juga.

Pada titik ini, ada penerimaan yang berbeda karena saya sudah menganggap telat dan potong gaji ketika hujan terjadi adalah risiko yang harus saya terima, terlepas dari semua mitigasi yang sudah saya persiapkan.

Saya ingat sekali pada tahun lalu, ada acara kantor yang mendapuk saya sebagai moderator untuk pembicara pimpinan tertinggi di kantor. Eh, kok ya sejak malam sebelumnya hujan deras nggak karuan sampai pagi. Partner moderator saya langsung menginfokan kalau kebanjiran, saya sendiri juga kelimpungan karena tidak ada taksi online yang mau mengangkut saya, bahkan ketika saya sudah tidak mempedulikan argo yang merah nggak karuan.

Ada sedikit keuntungan karena kantornya juga agak tergenang sehingga butuh waktu untuk pembersihan. Jadinya acaranya agak mundur sedikit. Sementara itu, saya mencoba mencari alternatif transportasi daring yang memungkinkan karena saya harus membawa anak ke daycare untuk dititipkan, baru bisa berangkat ke kantor.

Ketika cuaca mulai membaik akhirnya ada taksi daring yang mau mengambil orderan saya dan kemudian saya bisa berangkat ke kantor dengan tergesa-gesa karena sudah dihubungi berkali-kali dari panitia di kantor. Setibanya di stasiun, pada akhirnya saya sampai pada kondisi yang-penting-sampai-kantor-mau-harga-berapa-aja-hayuk. Walhasil, daripada saya pesan ojol yang belum tentu juga ada karena Stasiun Tanah Abang juga masih hujan, maka pilihannya adalah naik ojek pangkalan dengan harga dua kali lipat. Untung sudah dimitigasi dengan bawa uang cash itu tadi.

Pada akhirnya adalah mindset dan dengan menerapkan pola pikir berbasis manajemen risiko sebenarnya mindset kita bisa sedikit lebih optimal. Mood kita tidak rusak karena rintangan yang ada di sepanjang jalan karena risikonya sudah kita terima, entah itu risiko terlambat atau potong gaji. Toh setidak-tidaknya tujuan kita tercapai: sampai ke kantor.

Berangkat kerja di musim hujan itu memang benar-benar PR. Apalagi di musim virus corona seperti sekarang ini, tentu bakal lebih tricky. Hujan bisa bikin pilek, eh padahal pilek itu mengandung gejala-gejala COVID-19 juga. Bingung dah.

Tetap sehat ya Kompasianers semua~

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun