Dulu waktu harga bensin non subsidiĀ (Pertamax, Primax, Shell Super, dll) masih familiar dan masuk akal, saya mengisi bensin dengan sukacita. Bangga juga ngisi yang KATANYA tidak disubsidi. Setidaknya ada hak orang lain yang tidak saya rampas. Nggak kayak mobil-mobil keren yang ngisi premium.
Tapi, lama kelamaan, harga bensin non subsidi ini makin gila saja. Terakhir saya ngisi Shell Super dengan harga 9000 per liter. Wew, jumlah segitu sudah dapat Premium 2 liter.
Bahwa harga bensin perlu naik, kadang saya merasa itu perlu. Kok? Selisih harga yang semakin sinting ini kadang bikin miris juga. Apalagi di pom bensin yang terletak di perumahan mewah pun, premiumnya lebih laku. Kalau memang subsidi bisa dikurangi dan DIALIHKAN ke rakyat, ya syukur sekali.
Masalahnya! Bahkan untuk membangun WISMA ATLET saja sudah jelas, sekian persen kemana. Bagaimana dengan jembatan, jalan, dan fasilitas umum lainnya? Berapa persen yang masuk sia-sia? Kalau sekarang ya, jujur neh, apalagi sesudah lihat DRAMA SINETRON PERSIDANGAN NAZARUDIN yang live di TV, mending subsidinya buat harga premium 4500 aja deh. Daripada sekian persen masuk ke si A, si B, dan si C yang kemudian mendadak lupa dan tidak tahu.
Sebenarnya sih, yang jadi masalah, negara kaya minyak (dulu) macam kita ini kok nggak bisa kayak Brunei, Qatar, bahkan Venezuela? Itu saja sih masalahnya. Kalau kita sebagai negara bisa memanfaatkan bumi, air, dan sumber daya alam lain yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ya nggak kayak gini. Peduli amat mau naik harga minyak dunia, harusnya malah kita yang untung kan? Sekarang kan malah kebalik, bumi dan segala kekayaannya dipakai untuk kemakmuran rakyat tetangga, bahkan rakyat di tempat nun jauh disono.
Mau bagaimana lagi?
Mungkin nih, sekarang naik, nanti 2014 turun lagi. Lalu muncul iklan:
Harga BBM, diturunkan, diturunkan, diturunkan lagi.. (ceritanya 3 kali turun nih..)
Mungkin iklan ini akan muncul sebagai pelengkap iklan utama:
KATAKAN TIDAK (TAHU), PADA MAJELIS HAKIM
Ya sudahlah, kadang saya bingung dengan tempat saya lahir dan tinggal ini. Tapi bagaimanapun, ini Indonesia.
Salam!