Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Menolak Bersedekah *)

22 September 2011   16:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:43 181 0
*) Judul di atas terinspirasi dari mural di sepanjang jalan-jalan di Jogja, mural tersebut bergambar wajah Munir SH dengan tulisan : '' Menolak Lupa...!!! ''.

''...Hati-hatilah bersangka buruk, karena sesungguhnya bersangka buruk adalah omongan yang paling dusta. Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk kamu dan hartamu, tetapi ia melihat hati dan perbuatanmu....”

[Riwayat Bukhari dan Muslim].

Jalanan adalah tempat saya berinteraksi dengan kehidupan, ya, kehidupan sehari-hari…

Hari ini saya bertemu dengan mereka lagi di jalan…mereka (3-4 org) yang berbaju koko, mengenakan peci, menutup tubuh bagian bawah mereka dengan sarung….sambil menenteng kotak kecil …orang biasa menyebut kotak tersebut dengan nama kotak infak….

Pertemuan pertama saya dengan mereka terjadi sekitar tahun 1997, (saya ingat betul karena tahun itu saya pertama kali masuk kuliah dan jadi sering nongkrong di jalanan, dimanapun ada jalanan, siang dan malam) ….nah, sebelum mereka terlihat maka tanda2 mereka akan datang sudah terdengar….ya…suara2 yg mengumandangkan hadist2 ttg sedekah, infak, amal jariyah dan sebagainya….suara2 tersebut dilantangkan dengan pengeras suara  yg terpasang di mobil mereka, sebuah Suzuki Carry 1000 berplat nomer luar Jateng/DIY dgn spanduk tertempel di bawah kaca depan bertuliskan : PANITIA PEMBANGUNAN MASJID ******** dst.

Logika saya….butuh berapakah biaya dan waktu untuk pembangunan sebuah masjid…?? Sampai – sampai penggalangan dana nya dari tahun 1997 hingga sekarang gak kelar-kelar…? Mobil yg dipakai menggalang dana juga itu2 saja, plat nomer juga itu2 saja, spanduknya bahkan sampai lusuh gitu….

Bukan niat saya ber suudzon ya Allah….saya cuma pakai logika yg Kau berikan kepadaku saja…, Gusti Allah pasti tau isi hati saya, ”Gusti Allah ora ndeso…”, ini bukan kata saya…tp kata Cak Nun.

Peristiwa lain, hampir tiap hari tempat kerja saya kedatangan tamu, membawa map, proposal, entah itu pembangunan masjid, pembangunan pondok pesantren atau pembangunan panti asuhan, dengan surat ijin bertanda-tangan cap/stempel macam2, mulai dari camat, lurah, atau polisi daerah dia berasal (tentu saja berasal dari luar Jateng/DIY)….anehnya…tidak ada tanda tangan dan stempel dr pejabat daerah tempat dia meminta dana bantuan.

Setiap saya tanya,“  Ijin dari RT/RW sini mana?”,

selalu mereka bilang, “ belum sempat ke RT/RW sini pak…” ,

saya tanya lagi, “…kalo begitu ijin ke RT/RW sini dulu …”,

mereka pasti jawab lagi, “…minta seikhlasnya saja kok pak…”,

saya jawab, “…setiap hari saya dapat permintaan bantuan seperti ini bisa 4-5 kali…, silakan ke ijin ke RT/RW dulu…”.

…dan merekapun pamit…dan tak kembali lagi.

Saya orang pelit? Ya …beberapa waktu terakhir ini, setelah menelan akumulasi keheranan terhadap kegiatan mereka2 itu…

…masjid Al-Huda…di kampung saya… masjid berlantai dua…lantai keramik…satu tahun untuk membangun lantai bawah…dan satu tahun untuk membangun lantai atas….dana? swadaya warga kampung….tidak perlu mengirim orang2 ke luar kota untuk meminta bantuan dana pembangunan… sebagian besar memang dibantu orang2 kaya di kampung saya…

Logika saya : …untuk menuju Jogja, mereka melewati kota2 besar lainnya, lalu? Berapa ratus rumah dan toko yang mereka singgahi untuk mendapatkan bantuan tersebut? Apakah di tempat dia berasal tdk ada satupun orang kaya yg mau menyelesaikan pembangunan2 tsb…? Setelah sekian lamanya pembangunan…?

…sekali lagi… Bukan niat saya ber suudzon ya Allah….saya cuma pakai logika yg Kau berikan kepadaku saja….

Tulisan ini bukan berniat untuk menghalangi anda yg membaca untuk bersedekah, berinfak atau apapun itu…ini adalah pengalaman pribadi saya, subjektivitas saya tentang orang2 berbaju koko, berpeci dan mengenakan sarung sambil membawa2 kotak infak … menyusuri jalanan kota Jogja….selama puluhan tahun….

Atas kasur, 2 Maret 2011. *

* = ya , ini tulisan lama saya, saya muat lagi untuk Kompasiana :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun