Hening cipta ...Mulai... Ingatanku terbang menuju pertistiwa memilukan di seantero negeri,
sunami Aceh-Nias tahun 2004 lewat begitu saja, disusul tragedi
Situ gintung seakan tidak ingin kehilangan momen, lanjut ke peristiwa
longsor Ciwidey yang tak sedikit makan korban, langsung disambut potongan-potongan tragedi memilukan Gempa Jogja dan Padang Sumatera Barat. Belum sempat menarik napas, lukisan banjir bandang
Wasior Papua ikut menari-nari seakan ingin menarikku lebih dalam ke penderitaan mereka. Kini semua orang kembali berduka menyambut "wedus Gembel"
Gunung Merapi dan Gempa disusul
Sunami di kepulauan mentawai Sumbar. Tak seorangpun tahu kapan datangnya musibah, bahkan ilmu pengetahuan yang terus berevolusi demikian canggih pun tak mampu mendeteksinya. Mungkin itulah salah satu karakter alam yang hanya dapat di dijelaskan gejalanya , itupun setelah dia menggeliat, batuk-batuk atau bahkan memuntahkan isi perutnya sesuka hati. Adakah tempat aman yang bebas bencana di bumi ini ? Tidak ada seorangpun yang berani memberi garansi tentang itu, di tepi pantai, dilereng gunung, di perkebunan teh , atau di perkotaan sekalipun. Fakta menunjukkan semua tempat-tempat ini tercatat menjadi pelanggan bencana.
Adalah "cakap kotor" jika ada orang apalagi pejabat republik ini yang menganggap para korban bencana alam adalah orang bodoh sebab masih juga mau bermukim di lokasi potensi bencana. Apakah orang lereng gunung harus pindah ke tepi pantai atau ke kota atau sebaliknya mereka bertukar tempat? Kalau itu solusinya maka yang terjadi hanyalah pertukaran data korban dari si A menjadi si B dan seterusnya.
Hening Cipta.... (belum) selesai...........!
KEMBALI KE ARTIKEL