“Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap” Bung Karno Ketika melintasi Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang-Malang via jalur selatan, sempatkan berhenti sejenak di sisi kanan jalan yang mengarah ke Malang. Perhatikan baik-baik kondisi sekitar. Adakah keganjilan di antara tebing batu, pegunungan, hawa dingin, dan pemandangan eksotis jalan penuh kelokan? Sebuah sejarah telah dilupakan begitu saja. diabaikan dengan sempurna meskipun sejarah pernah mencatatnya dengan gemilang. Gladak Perak bukanlah sekedar penghubung antara Lumajang-Malang. Bukan pula sekedar sarana untuk bisa “melangkahi” ganasnya lahar panas Gunung Semeru. Didalamnya mengandung memori, harapan, dan cita-cita para pejuang kemerdekaan terhadap tegaknya kedaulatan negara-bangsa. Namun, apa boleh buat, perlakuan terhadap tempat bersejarah ini jauh dari semestinya. Malah, sangat membingungkan: antara monumen atau toilet. Fenomena sangat ganjil ada di dinding tebing sisi Gladak Perak. Sebuah papan dengan gagah bertuliskan “MONUMEN JOEANG JEMBATAN GLADAK PERAK”. Sewajarnya, kita pasti langsung membayangkan adanya sebuah tugu atau apa pun wujudnya sebagai peringatan selayaknya sebuah monumen. Tentunya, monumen tersebut ditempatkan di tempat khusus, agar lebih mudah mengidentifikasi locus delicti dari suatu peristiwa sejarah. Sebagai saksi bisu peristiwa heroik yang memang layak untuk dikenang sepanjang masa. Apa boleh buat, kenyataan bekata lain. “MONUMEN JOEANG JEMBATAN PERAK” tak mendapatkan tempat selayaknya. Papan peringatan yang diidentikkan sebagai monumen tersebut dipasang di dinding toilet. Bagaimana sebuah monumen jadi toilet atau monumen yang disatukan dengan toilet? Sangat aneh dan extraordinary karena antara monumen dan toilet tersebut sejatinya “sama” karena diletakkan pada satu tembok. Sungguh menyedihkan ketika usai membaca paparan “MONUMEN JOEANG JEMBATAN GLADAK PERAK” kemudian dilanjutkan menoleh ke arah kiri: toilet. Slogan sebagai bangsa besar seolah-olah terpatahkan oleh penghormatan terhadap monumen (tempat bersejarah) tersebut. Paparan sejarah perjuangan di Gladak Perak seolah ditiadakan, tak berarti. Sungguh memilukan karena semakin menyatakan parahnya penyakit amnesia sejarah yang terjadi pada bangsa Indonesia. Semakin menegaskan keadaan, bangsa ini sedang bingung seperti yang dikatakan Bung Karno, “Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum”. Sudah dimuat di blog pribadi:
http://arieflmj.wordpress.com/2011/09/12/gladak-perak-monumen-atau-toilet-2-habis/
KEMBALI KE ARTIKEL