Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Ber-Indonesia dengan Bahasa

12 Mei 2011   08:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:48 230 0
[caption id="" align="aligncenter" width="278" caption="http://felixbillypradeta.blogspot.com"][/caption]

Berjuang untuk kemerdekaan tak harus dengan angkat senjata. Jalan lain dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan ditempuh oleh RM Tirto Adhi Soerjo. Ia menggunakan pena sebagai senjata dan mengisinya dengan amunisi mematikan, kata-kata. Tirto membangun imaji sebuah bangsa yang dengan multi-etnis ini dengan kata-kata, yakni Bahasa Indonesia. Bahasa yang mampu mempersatukan nusantara hingga sekarang dengan segala keanekaragamannya.

Lahirnya surat kabar Medan Prijaji pada 1 Januari 1907 merupakan tonggak awal pembentukan identitas ke-Indonesia-an sebagai suatu bangsa. Medan Prijaji jadi surat kabar pertama yang seluruh pengelolaannya dilakukan oleh pribumi dan menggunakan bahasa melayu (Indonesia) dalam pemberitaannya. Medan Prijaji jadi lompatan besar dalam pergerakan kemerdekaan saat itu karena Tirto menjadikan surat kabarnya sebagai sarana untuk membangun pendapat umum tentang situasi kekinian.

Penggunaan bahasa melayu dalam Medan Prijaji menjadikannya lebih membumi. Jadi bacaan alternatif disamping beragam surat kabar berbahasa Belanda. Apalagi pemberitaannya seringkali membuat gerah para pejabat Hindia Belanda dan bangsawan karena berisi kritik tajam. Salah satunya pada edisi 11 Mei 1911 di Medan Prijaji yang menurunkan berita tentang tuduhan penyalahgunaan kekuasaan oleh Bupati Rembang, R. Adipati Djojodiningrat (suami RA Kartini). Alhasil, pengasingan harus ia terima sebagai konsekuensi dari ketajaman kata dalam berbagai tulisannya di Medan Prijaji.

Penggunaan bahasa melayu di Medan Prijaji membentuk kesadaran baru sebagai sebuah bangsa yang kala itu belum memunyai entitas tunggal. Jeritan rakyat yang ia kabarkan dengan bahasa pribumi membuatnya, menurut Pramoedya Ananta Toer, jadi “sang pemula”. “Sang pemula” yang menegaskan adanya alat pemersatu dan jadi identitas sebagai sebuah bangsa. Apa yang dilakukan Tirto kemudian ditegaskan kembali dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 dengan mengakui Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun