Hipotesis di atas berdasar pada runtutan kasus yang rugikan nasabah senilai 17 miliar rupiah ini. Ada kejanggalan didalamnya, yakni ketiadaan saksi korban yang melapor atau diperiksa bila dananya digelapkan sejak Melinda ditangkap pada 24 Maret lalu hingga saat ini (Harian Kompas, 6/4). Lazimnya, bila da penggelapan dana nasabah, korban biasanya segera melapor, terutama yang dalam transaksinya berhubungan dengan tersangka. Padahal, dari 30 kliennya, satu di antaranya memunyai simpanan senilai 11 miliar rupiah. Ada apa geranggan?
Di samping itu, keberanian Polri jadi hal menarik untuk membongkar kasus ini tak bisa lepas dari kasus sebelumnya. Masih segar dalam ingatan tentang kasus Gayus Tambunan. Polisi sebagai penyelidik dan penyidik kasus tersebut terkesan setengah hati membongkarnya. Polisi hanya “membongkar” skandal kecil Gayus meski masih banyak yang tersembunyi didalamnya.Aset 25 miliar dan 75 miliar rupiah tak jadi sasaran. Begitu pula dengan dua orang perwira menengah Polri yang diduga terlibat. Mereka hanya dikenai sanksi disiplin.
Dua item paparan di atas bisa jadi rujukan m engappa keberanian Polri dalam membongkar kasus ini jadi rujukan. Tentunya masih banyak rujukan lainnya terkait kasus yang tak jelas rimbanya ketika ditangani Polri. ICW setahun lalu menyebut, ada 20 kasus dugaan korupsi yang ditangani Polri tak diketahui nasibnya. Apakah sudah selesai atau dipeti-eskan? Inilah yang jadi teka-teki utama mengapa hal tersebut layak jadi tantangan dalam penuntasan kasus penggelapan dana nasabah Citibank ini. Pastinya, tanpa harus mengenyampingkan persoalan lainnya dalam kasus ini.