Tapi tentu ada juga kisah heboh Kimi yang kian terlihat jauh dari bisa mempertahankan gelar juara dunianya. Lalu ada juga kehebatan lain pada diri Sebastian Vettel. Anak muda Jerman yang kini jadi dambaan baru setelah pelan-pelan mereka bisa lepas dari sang superstar, Michael Schumacher. Terakhir, tentu sirkuit Valencia dengan segala permasalahannya.
MASSA
Bagi seorang pembalap, satu bad race harus segera dihapus oleh satu good race pada kesempatan terdekat. Kebetulan Massa kerap menghadapi hal itu. Dia dikritik habis gara-gara tampil buruk di Australia dan lebih buruk lagi di Malaysia pada dua balapan awal musim ini.
Namun ia segera menjawab kritikan itu dengan menang di Bahrain, seri setelah Malaysia. Meskipun gagal karena kesalahan sendiri di Aussie dan Malaysia, ia bisa menebusnya dengan hebat. Kegagalan di GP Hongaria akibat kerusakan mesin juga bisa ditebus. Ambisinya sama, satu bad race harus segera ditebus oleh good race.
Dan itulah yang terjadi. Massa benar-benar untouchable di Valencia. Kalaupun Lewis Hamilton tidak sedang dalam kondisi gak enak badan (dia mengaku lehernya pegal-pegal dan nyaris tak ikut lomba), saya pikir dia pun akan kewalahan meladeni Massa di Valencia. Bahkan Kimi yang biasanya membuat fastest lap kini tak mampu juga. Semua disabet Massa, pole position, win, fastest lap (FL). Mau apa lagi? Itulah idaman semua pembalap untuk suatu race.
Dari 12 race yang sudah digelar, ternyata baru empat orang yang mampu membuat FL dalam lomba. Mereka adalah Kimi (7 kali), Heikki Kovalainen (McLaren, 2), Nick Heidfeld (BMW, 2), dan Massa (1). Yang unik, dari semua pencetak FL itu Massa adalah satu-satunya pembalap yang menggunakan nomor genap (2) di mana yang lain ganjil (Kimi 1, Heikki 23, dan Nick 3).
Satu insiden yang menimpa Massa selepas pit stop kedua, di mana ia nyaris bertabrakan dengan Adrian Sutil amat disayangkan terjadi. Ferrari sebagai satu-satunya tim yang tak menggunakan jasa lollipop man (pemberi aba-aba selama pit stop) dengan menggunakan lampu isyarat sebagai pengganti, punya sedikit andil.
Tujuan menggunakan lollipop man atau lampu isyarat yang diletakkan persis di atas pandangan pembalap pada "box" tempat pit stop, sama saja. Bedanya, kalau lollipop man masih bisa melihat kondisi sekitar pit lane, apakah ada potensi bahaya atau tidak bila mobil diizinkan jalan, maka lampu isyarat jelas tidak bisa.
Lampu ini tak punya mata dan walau dikontrol oleh manusia, tetap saja bekerja secara otomatis. Makanya wajar bila Massa yang ingin keluar dari pit merasa tidak bersalah. Wong proses pit stop-nya secara normal sudah selesai kok, dan sang lampu bilang silakan jalan.
Massa berkilah semestinya Sutil yang mengalah karena statusnya sebagai pembalap yang di-overlap (sudah tertinggal 1 lap) dan Massa pemimpin lomba. Tapi, dengan kondisi pit lane yang sempit dan mobil masih diizinkan melaju pada kecepatan maksimal 80 km/jam, tentu bukan perkara mau mengalah atau tidak.
Apalagi pandangan pun terbatas karena biasanya posisi pembalap di pit lane itu bukan depan-belakang, tapi sejajar sehingga tak terlihat dari kaca spion.
Itulah yang terjadi di Valencia. Steward akhirnya memutuskan Massa bersalah karena jelas, yang berhak keluar pit lebih dulu adalah Sutil lantaran dia sudah lebih ada di depan dan Massa belakangan. Jadi Massa secara teori mestinya mengontrol laju mobilnya agar tidak terjadi tabrakan.
Massa sudah dihukum, denda 10.000 ribu plus peringatan keras. Potensi hukuman penambahan waktu (25 detik, Regulasi Lomba F1 pasal 16.3) dari waktu finisnya, yang berarti dia akan dianggap finis runner-up karena ketika finis Hamilton hanya terpaut 5,611 detik, tentu akan juga tidak adil.
Kenapa? Karena di atas trek, Massa berlomba tanpa cacat. Jadi hukuman itu menurut saya memang pas. Kubu Hamilton dan McLaren sendiri tak protes berlebihan dengan kasus ini. Mereka sadar Valencia memang milik Massa.
Bagaimana potensi Massa jadi juara dunia? Kalau dia bisa menemukan konsistensi untuk 6 balapan tersisa dan berdiskusi atau minta nasihat ke Michael Schumacher yang terlihat jauh lebih akrab dengan dia ketimbang ke Kimi, rasanya kans itu amat besar.
Tak ada yang perlu diragukan lagi. Dia sudah menang 4 kali, Kimi baru 2. Dia unggul 7 poin atas Kimi. Kalau pada balapan berikut yang secara tradisi kerap milik Kimi, GP Belgia di Spa-Francorchamps, Massa bisa mengungguli Kimi, rasanya secara halus Ferrari sudah harus memprioritaskan pembalap Brasil ini jadi juara dunia.
KIMI
Pada masa keemasan Schumacher dengan timnya (Jean Todt, Ross Brawn, Rory Byrne, Paolo Martinelli) amat jarang terdengar Ferrari mengalami kerusakan mesin. Nah sejalan dengan masa transisi all-italian scuderia tahun ini, tiba-tiba reliability menjadi barang mahal di Ferrari.
Sasis atau mesin mereka mudah sekali rusak. Kimi meneruskan apa yang ditimpa Massa di Hongaria, kerusakan mesin gara-gara connecting rod (setang piston) rusak.
Sebelum GP Eropa di Valencia digelar, Ferrari sudah mewanti-wanti Kimi karena potensi kerusakan serupa memang ada. Kebetulan, karena regulasi, mesin yang dipakai Kimi di Valencia adalah mesin yang harus ia pertahankan setelah GP Hongaria.
Dan kita sama-sama tahu, balapan Kimi di Hongaria terpaksa dikendurkan atas perintah Ferrari setelah melihat mobil Massa ngebul.
Sialnya Kimi tak boleh menggunakan "joker" boleh mengganti mesin tanpa kena penalti. Ia sudah menggunakan hak itu setelah knalpotnya rusak di Prancis dan mengganti mesin di Inggris tanpa penalti mundur 10 grid (posisi start). Makanya mesin Kimi di Valencia itu dipakai dengan dukungan doa sepenuh hati dari seluruh kru Ferrari agar selamat sampai finis.
Toh fakta bicara lain. Karena mesin adalah urusan teknis jadi hitung-hitungan malapetakanya sudah lebih dapat diprediksi dan itulah yang menimpa Kimi.
Apa yang salah dari Kimi? Kualifikasi adalah hal paling mencolok. Dari 12 seri, Kimi baru 2 kali menempati pole position. Head-to-head dia dengan Massa pun mencolok, 4-8, artinya Massa selalu berada di posisi start lebih bagus dari Kimi pada 8 dari 12 kesempatan.
Dua kesempatan Kimi pada pole position diraihnya di Spanyol dan Prancis dan hanya satu yang dibarenginya dengan kemenangan, yakni di Spanyol. Kimi yang lantas lebih banyak membuat fastest lap berargumen dia harus memperbaiki performa kualifikasinya.
Ferrari setuju dan mereka akan bekerja sama. Namun tanda-tanda ke arah sana belum tampak. Ketika Kimi menempati posisi start 4,6, atau lebih, banyak yang mengira, termasuk saya, ia mengisi bahan bakar lebih banyak dari pembalap yang ada di depannya sehingga mobilnya lebih berat.
Tapi ketika ia masuk pit stop tak terlalu lama setelah para pembalap di depannya masuk pit, dari konversi lap time kualifikasinya terlihat bahwa asumsi kelebihan berat bahan bakarnya tak signifikan. Ia memang tergolong parah di kualifikasi.
Kita pasti percaya Kimi tak bakal kehilangan motivasi walau dia pernah bilang menjadi juara dunia sudah menggenapi keinginannya. Kalau kita balik ke tiga legenda terakhir F1, Prost, Senna, dan Schumacher, maka apa yang ada pada diri Kimi sungguh belum berada pada level ketiga pembalap di atas.
Bahkan dibanding Mika Hakkinen sebagai sesama Finlandia pun belum. Kita lihat rasio-rasio milik Kimi
Win/Race: 17/132 = 0,13
Pole/Race: 16/132 = 0,12
Fastest Lap/Race: 32/132 = 0,24
Untuk rasio yang sama secara berurutan masing-masin buat Prost, Senna, dan Schumi adalah
Prost (51/199 = 0,25; 33/199 = 0,16; 41/199 = 0,21)
Senna (41/161 = 0,25; 65/161 = 0,40; 19/161 = 0,12)
Schumacher (91/248 = 0,37; 68/248 = 0,27; 76/248 = 0,31)
Dari data ini memang terlihat jelas, kekuatan Kimi bukan di kualifikasi. Jadi ketika dia berniat memperbaiki diri di sektor itu, berarti itu juga melawan "tradisi" sendiri.
Biasanya, hal ini tak akan berdampak banyak. Yang namanya tradisi di F1 itu susah diubah, terutama yang menyangkut skill pembalap. Kalau memang dari sananya tak bagus di sektor tertentu atau di sirkuit tertentu, ya tak akan bagus. Kalaupun bagus, itu biasanya kadang-kadang.
Jika dibanding dengan Fernando Alonso (19/115 = 0,16; 17/115 = 0,15; 11/115 = 0,09), maka Kimi boleh sedikit lega karena juara dunia dua kali asal Spanyol itu juga tak terlalu punya catatan bagus di kualifikasi.
Akhirnya, Kimi yang dulu kondang sebagai the fastest driver kini mungkin sudah kehilangan sebagian status itu. Dan ia sudah mengaku siap membantu Felipe Massa menjadi juara dunia bila waktunya telah mengizinkan. Inilah hidden agenda Ferrari dalam 1-2 race ke depan.
VETTEL
Membuat banyak orang tercengang, termasuk Hamilton dan Alonso, ketika berhasil menjadi yang tercepat pada sesi 2 kualifikasi. Ia memang akhirnya terdampar di peringkat enam saat start dan di tempat itu pula ia berlabuh saat finis.
Bakat Vettel sudah lama terlihat sebagai pembalap hebat calon juara dunia. Dia bisa hebat di lintasan basah dan tentu saja kering. Dia bisa tetap fokus di saat kondisi trek sulit bagaimanapun. Dan, ini yang hebat, semua kehebatan itu sudah ia perlihatkan ketika dia belum lagi memakai mobil jawara!
Masih 21 tahun, masih penuh harapan. Kubu Red Bull sebagai induk semang Toro Rosso, tim yang dibela Vettel, mengakui saat ini Toro Rosso jauh lebih cepat ketimbang Red Bull.
Faktor Vettel pasti ada, tapi jangan dilupakan pula bahwa Toro Rosso bermesin Ferrari dan sementara itu Red Bull punya Renault yang kini tengah melempem.
Vettel pasti dengan mudah mendapat nasihat Schumi sebagai sesama Jerman dan Ferrari-connection di antara mereka. Apalagi Vettel bersama Schumi juga membawa Jerman menjadi juara Race of Champions (balapan mobil setara dari para jawara balap mobil).
Saat itu Schumi bilang bahwa Vettel adalah pembalap istimewa. Kayaknya memang tinggal tunggu waktu Vettel bersinar suatu saat tentu...ketika dia menggeber Ferrari pada, mungkin, 2010. Tahun depan ia masih memenuhi tugas membawa panji-panji Banteng Merah. Tapi, ini pun bisa jadi hidden agenda Ferrari lho!
VALENCIA
Balapan jalan raya yang heboh dari sisi fasilitas tapi belum terbukti berhasil dalam menciptakan lomba spektakuler.
Soal infrastruktur, seperti terlihat dari layar kaca dan cerita personel F1 di internet, Valencia layak dapat 2 jempol. Bahkan bos F1 Bernie Ecclestone bilang balapan ini bukan hanya berlabel GP Eropa, tapi juga GP Dunia.
Namun yang pasti rumor tahun depan bahwa GP ini bakal diberi nama GP Mediterania bakal jadi kenyataan. Soalnya, saat itu Nurburgring di Jerman juga menggelar GP-nya yang bergantian dengan Hockenheim. Kebetulan kalau GP digelar di sana namanya jadi GP Eropa.
Alasan kenapa Valencia tak spektakuler, menurut saya, adalah trek jalan raya ini relatif masih terlalu lebar. Tidak sesempit Monte Carlo.
Biasanya balapan akan seru kalau banyak tabrakan yang salah satu di antaranya dipicu dari sempitnya trek. Dengan lebar minimal 14 meter jelas Valencia masih bisa dilintasi pembalap untuk saling menghindari dari chaos.
Apalagi run-off area di Valencia sudah layaknya tempat serupa di sirkuit permanen. Jadi ketika pembalap keluar trek, menabrak tembok atau ban pengaman, ya tak perlu ada safety car (SC).
Prediksi, atau tepatnya harapan, banyak pengamat dan pembalap sendiri bahwa akan ada SC pada balapan di Valencia sama sekali tak terbukti. Balapan jadi terlalu datar.
Beruntung kita punya Kimi yang "menghibur" dengan aksi melaju terlalu cepat sehingga kru pemegang tangki bahan bakar Ferrari terjatuh saat pit stop plus, tentu saja, mesin ngebul.