Pertama kali saya mendengar musibah tersebut dari siaran radio yang memberitakan adanya tabrakan mobil di jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, menewaskan banyak orang. Segera terbayang dua mobil berlawanan arah bertabrakan dalam kecepatan tinggi di ruas jalan dalam kota. Kok bisa ya? Mengingat kecepatan rata-rata di sana mungkin hanya sekitar 30 km/jam dan punya pembatas jalur untuk arah berlawanan. Beruntung penyiar radio memberi keterangan tambahan bahwa kecelakaan tersebut disebabkan sebuah mobil (bukan dua mobil) menabrak sekelompok pejalan kaki.
Selang beberapa saat, beberapa media menyimpulkan kejadian tersebut dalam istilah bermacam-macam. Ada yang bilang 'Tabrakan Maut', 'Sopir Maut', 'Xenia Maut' maupun yang sampai kini sering dipakai, Â 'Kecelakaan Maut'.
Sebenarnya ada banyak istilah untuk mengurai kecelakaan akibat tabrak-tubruk di jalanan, berikut ini coba dipaparkan:
1.      Tabrakan: sentuhan antarmuka dua benda dari arah berlawanan secara keras
2.      Tubrukan:  lompatan seperti hendak menerkam
3.Tumbukan: pelumatan sesuatu
4. Terjangan: gerakan untuk melewati hadangan
5.      Pelanggaran: perbuatan yang bersifat menyalahi sesuatu
6. Benturan: terantuk benda dengan keras
7.      Senggolan: persinggungan dengan benda lain
8.      Serudukan: penabrakan dengan gerak maju
Kecelakaan tragis di halte Tugu Tani bermula dari pengemudi kehilangan kendali sehingga  menerjang jalur pedestrian, menyeruduk para pejalan kaki, lantas membentur tiang halte hingga bagian depan mobil ringsek.
Mirip banteng ketaton (terluka) yang gemar serudak-seruduk, pengemudi mobil nahas itu mungkin sedang 'terluka' kesadarannya hingga mengakibatkan peristiwa 'Serudukan Maut'.
(Diolah dari KBBI dan berbagai sumber)