SAYA selalu menyebut namanya, mendoakan tiap pagi dan petang, sebisa saya. Saya mencoba mencintainya─Nabi saya Muhammad saw.—meskipun iman saya rapuh dan penuh noda. Ada satu sabda yang saya ingat, yang menjadi alasan mengapa saya terus, dan akan terus, melakukan hal itu: “Kau akan bersama yang kaucinta.”
KEMBALI KE ARTIKEL