Sita masih berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Apa kata dunia kalau Anggi berhenti menulis. Sudah banyak pembaca setia karya-karyanya. Itu menurut pengamatan Sita.
"Nggi, jangan ambil keputusan kalau masih emosi. Ambil waktu jeda saja. Siapa tahu akan ada inspirasi untuk menulis lagi. Eh.. "
Sita berusaha mencairkan suasana yang sedang beku di hati sahabatnya itu.
"Bagaimana kalau besok kutemani jalan-jalan di taman bunga, dekat komplek perumahanku. Kalau ga hujan ya. Kayaknya ini masa-masa bunga bermekaran. Kamu pasti suka."
Sita mencoba membujuk Anggi agar memikirkan ulang keputusannya.
"Makasih Ta. Semoga besok tidak hujan ya. Aku juga ingin menyegarkan isi kepalaku yang ruwet ini."
Anggi menimpali dengan sedikit malas. Meski hari sudah semakin larut namun rasa kantuknya tak jua datang. Hatinya terlanjur perih karena rindu yang tak jua bertemu, seseorang yang tak seharusnya.
Move on. Apa benar yang dikatakan Sita. Sebaiknya dia belajar untuk pelan-pelan mengalihkan rasa yang disimpannya sendiri. Tapi bagaimana caranya?
Semoga besok kutemukan jawabannya di taman bunga. Batin Anggi sebelum akhirnya tertidur juga karena lelah yang melanda hatinya. Air mata pun sudah berhenti mengalir. Tidak sama seperti sore tadi saat pertama dia mengunjungi rumah sahabatnya.
Keesokan harinya taman bunga.
"Bawa apa itu Nggi?" Sita ingin tahu apa yang dimasukan ke dalam saku baju Anggi meski dia sebenarnya bisa menebaknya.
"Notes kecil. Siapa tahu ada ide tulisan muncul," jawab Anggi enggan.
Sita tersenyum namun memilih menahan kata-kata yang ingin diucapkan untuk menggoda Anggi, sahabatnya sejak kecil itu. Untung hari Minggu pagi ini cerah sehingga kedua sahabat ini bisa menikmati taman bunga.
"Ta, mengapa rasanya masih sakit ya di dalam sini. Kadang aku menangis sendiri kalau ingat. Aku benar-benar ingin berhenti merasakannya. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya."
Sita menatap sahabatnya dengan rasa prihatin. Memang tidak mudah berada dalam posisi Anggi sekarang. Namun Sita percaya Anggi akan bisa melewatinya.
Rindu terlarang pada seseorang yang tak seharusnya mendapatkan segenap rasa dari sahabatnya ini. "Semoga kau menemukan cara untuk melupakannya ya Anggi," batin Sita.
"Nggi, di sebelah sana ada bunga krisan putih cantik kesukaanmu. Kemaren aku tak sengaja melihatnya. Bagus sedang mekar. Yang pink kayaknya juga ada. Yuk ke sana." Sita menarik tangan sohibnya itu. Mencoba mengalihkan perhatian Anggi dari perasaan hatinya yang sedih itu.
Anggi mengikuti Sita menuju tanaman bunga krisan putih dan pink yang dimaksud. Benar juga bunga-bunga itu bermekaran penuh dan menjadi pusat perhatian kupu-kupu yang beterbangan bahagia.
Anggi dan Sita hanya duduk diam tanpa suara dan mengamati keceriaan suasana di antara bunga krisan dan kupu-kupu.
Anggi merenung. Bunga-bunga krisan yang cantik. Terus menunjukkan keindahannya dan bersahabat baik dengan kupu-kupu. Nampak harmoni yang indah di antara relasi keduanya. Nantinya, bunga krisan akan mengering dan layu. Kupu-kupu tak akan datang lagi. Ya, pada saatnya.
Kupu-kupu akan beterbangan mencari bunga-bunga cantik lainnya yang bermekaran segar.
Bunga krisan tadi telah dilupakan, mungkin. Namun kebaikan yang diberikan pada lingkungan sekitar tak pernah tergantikan. Kupu-kupu yang bahagia saat dia mekar mendapat manfaat dari keindahannya.
Bunga krisan itu telah berbakti pada Penciptanya dengan tetap tumbuh indah hingga masanya tiba.
Rasa sakit di hatinya belum sirna, namun Anggi belajar hal sederhana nan bermakna di taman bunga pagi ini.
"Ta, makasih ya mengajakku ke taman bunga. Rasanya aku belajar dari relasi bunga krisan dan kupu-kupu."
Sita menatap sahabatnya dengan takjub. Dia tahu kalau sahabatnya selalu menemukan cara belajar dari hal-hal sederhana. "Nggi, kamu masih tetap akan menulis kan?"
Sita bertanya pelan-pelan pada Anggi dan mendapat balasan senyuman kecil.
"Semoga ya Ta, doakan aku."
Anggi dan Sita memutuskan untuk segera kembali ke rumah Sita. 'Semoga setelah ini tak ada tangisan Anggi lagi untuk rasa rindu yang tak perlu.' Batin Sita.
Akankan Anggi tetap menulis?
....
Bersambung
...
Written by Ari Budiyanti
19 Maret 2022
#CerbungaRi
#CerpenAri
41 - 2.093