Sejak mengenalnya, dia "memaksaku" belajar kosakata baru. Setiap kali berbicara denganku selalu dia selipkan kosakata yang membuatku bertanya-tanya. Tiap kali ditanya makna, dia hanya bagikan senyum.
"Nda, kamu bicara apaan sih, aku ga paham!", gerutuku di suatu malam.
"Bahasa Indonesia." Jawabnya singkat.
"Iya, tapi aku banyak ga tahu bahasamu itu, kasih tahulah artinya padaku."
Lagi-lagi si Nanda hanya tersenyum manis. Tanpa jawaban. Kesal juga. Masak iya tiap ngobrol dengannya harus buka KBBI. Cek makna kata yang dia ucap. Tapi kalau penasaran, mau tak mau ya buka kamus juga.
Menurutmu, gimana ya punya teman yang suka pakai kosakata baru? Bagus sih, bikin aku jadi belajar lagi. Tapi kadang jadi terbata-bata ngobrol dengannya karena ga langsung paham perkataannya.
Pernah kubilang padanya, "Nda, kamu keren ya, banyak kosakata yang dipahami, aku salut sama kamu." Tahu tidak apa katanya? "Ah hanya semenjana."
Nah loh, aku jadi buka kamus lagi. Nih anak hobi banget bikin aku baca kamus. Iya kalau mau tahu artinya harus begitu.
Kembali sama, kata sir yang dia bilang padaku pagi ini. Sepertinya ada yang membuat dia gelisah dan tak ingin dia bagikan kisahnya padaku. Iya, rahasia begitulah.
Rahasia? Segera kubuka kamus untuk memastikan. Astaga benar, sir artinya rahasia di KBBI. Aku jadi merasa sedih begini. Sahabatku main rahasia padaku. Tapi sudahlah, itu haknya jika tak mau cerita.
Malam ini aku tidak bisa tidur. Ada sir apa yang dia enggan ceritakan padaku. Dhuh, aku jadi ikut-ikutan bilang sir. Ketularan. Aku berusaha tidur tapi tak bisa juga. Lalu kuberdoa untuk Nanda. Baru akhirnya bisa terlelap.
Dering telepon membangunkanku. Ini kan libur, weekend. Kenapa telpon sepagi ini. Bikin pusing orang saja. Gerutuku lagi
"Hallo, Nda sepagi ini telepon? Semoga penting ya." Terdengar tawa renyah di seberang sana. "Jam 9 pagi di sini, apa kau baru bangun Rin?" Ada ceria terbaca dari suara tawanya.
Astaga jam 9 pagi. Kukira masih jam sekitar jam 6. "Nda, sepertinya kau sedang senang. Bisa kutebak dari suaramu. Apa sudah minum secangkir kahwa?" Astaga kenapa aku jadi terbiasa dengan kata yang dia perkenalkan padaku.
Kahwa adalah kopi. Dia sering sekali kudapati minum secangkir kopi kalau kami bertemu di kantin kampus. "Iya seperti biasa, secangkir kahwa tanpa gula. Eh Rin, nanti malam kita bertemu ya, ada yang ingin kuceritakan, " sambungnya lagi.
"Mau cerita tentang sir kemarin pagi?", lagi-lagi tertawa di ujung sana dan telepon ditutup. Astaga kebiasaan. Aku bahkan belum menjawab ajakannya.
Malam minggu kami bertemu di taman kota seperti biasa. Malam ini sahabatku Nanda bercerita tentang sir yang dia sembunyikan selama ini. Dia tak tahan untuk menyimpannya terus dariku.
"Bulan depan aku berangkat ke Jerman. Aku akan menemui pacarku. Kami sudah tidak tahan lagi dengan LDR. Jadi kami putuskan salah satu mengalah dan aku yang datang padanya. Lega rasanya bisa menceritakan ini padamu Rin."
Aku terdiam. Jadi pertemuan kami malam ini, semacam pamitan ya. "Jangan cemas, ruang dan jarak bisa ada di antara kita. Tapi sempadan persahabatan kan tiada. Kamu jaga diri baik-baik di sini ya"
Mau pergi saja, masih memberiku kosakata baru padaku, sempadan. Tapi kali ini untuk pertama kalinya dia memberitahu artinya padaku. "Tidak ada batas dalam persahabatan kita." Katanya sambil tersenyum.
Aku memaksakan senyumku. Nanda, sahabat yang unik buatku. Aku banyak belajar darinya bagaimana mencintai bahasa Indonesia dengan mempelajarinya. Nanda memutuskan melanjutkan mencari kerja di Jerman, demi bisa bersama kekasihnya.