Mohon tunggu...
KOMENTAR
Foodie

Nostalgia Kisah Legenda Kuliner Nusantara

30 Mei 2011   15:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:03 487 1
Salah satu sajian kuliner legendaris sudah tentulah berlokasi di tempat tempat lawas seperti halnya salah satu kisah legenda kuliner nusantara yang satu ini diKompleks Bioskop Megaria yang terletak di pertigaan Jalan Cikini Raya, Jalan Diponegoro, dan Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat ini rupanya menyimpan cerita kuliner nostalgia seperti halnya festival jajanan bango yang digelar pertahun. Ayam bakar khas Solo ini selain mempunyai cerita historia tersendiri, juga membawa nuansa nostalgia rasa ayam bakar bagi yang pernah berwisata kuliner di Solo. Siapa yang menduga, gedung Bioscoop Metropool yang dibangun pada tahun 1932, selain menjadi salah satu gedung bioskop tertua di Jakarta ini juga mempunyai cerita kuliner yang lajak ditjoebaken yang menurut saya sendiri wajib dimasukan dalam list peserta festival Kisah legenda kuliner nusantara. Di samping gedung berarsitektur De Stijl yang dirancang oleh Han Groenewegen inilah kita bisa memulai petualangan kuliner. Warung Ayam Bakar Sari Mulia Asli, begitu nama warung yang terletak tepat di sebelah barat-laut di samping Bioskop Megaria ini. Aroma kesohoran langsung terasa begitu memasuki warung sederhana yang ditandai dengan banyaknya pengunjung dan hiruk pikuk malam itu. Sesuai menu, ayam bakar pun kami pesan dengan segera. Daging ayam potong yang konon melewati 3 tahap pemrosesan ini begitu ngawe-awe untuk segera disantap. Proses pengolahan ayam bakar ini memang khas, yaitu daging ayam direndam dulu dalam air berbumbu kecap yang sering disebut dengan nama mbacem. Cara ini memungkinkan bumbu dapat meresap ke dalam daging. Setelah dirasa bumbu cukup meresap, daging kemudian digoreng terlebih dahulu agar matang. Cara ini digunakan untuk mengurangi lemak. Baru ketika akan disajikan, ayam ini baru dibakar di atas arang dalam waktu yang ndak lama, sampai benar-benar kecoklatan, dan beberapa bagian di sana-sini gosong kemripik. Cara membakarnya sajian kuliner nusantara ini pun unik, yaitu dengan menggunakan arang. Untuk menghasilkan angin, bukan kipas yang digerakkan dengan tangan yang digunakan untuk memasok oksigen, namun menggunakan kipas angin listrik. Hasilnya, panas arang yang konsisten, sekonsisten putaran dan hembusan angin yang dihasilkan oleh kipas angin tersebut. Ayam ini pun disajikan lengkap dengan lalapan timun, kemangi, kobis, tidak lupa kecap bangonya :)serta sejumprut sambal merah menantang. Ketika disobek, daging ayam ini menyerah pasrah tanpa perlawanan. Bumbunya pun cukup meresap dengan menghantarkan nuansa manis kecap. Menurut saya, walau bumbunya masih ndak senendang Ayam Bakar Ojo Gelo di samping Stasiun Purwosari, Solo, yang ngangeni itu, ayam bakar ini bolehlah dicoba sebagai ayam bakar gagrak Solo yang boleh ditjoebaken. Rasa ayam bakarnya begitu sederhana, sesederhana pola arsitektur Bioskop Megaria yang banyak menggunakan unsur-unsur garis vertikal dan horisontal, yang mengingatkan saya akan perpaduan bangunan Stasiun Tugu Yogyakarta dan gedung tua kampus UGM. Selain ayam bakar, tahu bacemnya juga layak dipoedjiken. Rasa tahu bacem dengan keempukan dan rasa manis yang "pas" cukup membuat saya terngiang kembali buaian kota Solo yang membesarkan saya itu. Jangan lupa pesan lah segelas Es Teler yang konon merupakan es teler pertama yang diciptakan di Indonesia. Sejak dulu hingga kini, pengemasan dan komposisi es ini ndak pernah berubah. Diwadahi dalam gelas, bukannya mangkok, membuat kita harus lihai dalam menikmati sensasi es ini. Jika dipikir masakan kisah legenda kuliner nusantara perlu mengangkat Indonesia Entrepreneur yang sudah melegenda seperti ini. Ada yang punya pengalaman kuliner serupa? src: kisah legenda kuliner nusantara ini diambil dari seorang kawan blogger yang bisa digolongkan hidup untuk makan :P

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun