Menjelang perhelatan muktamar ke-33 NU di Jombang pada bulan Agustus mendatang, dinamika politik kaum sarungan semakin hangat, terutama yang berkaitan dengan pemilihan rais am PBNU. Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, Munas Alim Ulama di Jakarta menghasilkan satu kesepakatan untuk memilih rais am PBNU dengan sistem
ahlul hallu wal ‘aqdi (AHWA
). Beberapa pihak pun menyatakan dukungannya terhadap sistem AHWA. Menurut Ketua Tanfidziyah PBNU, K.H. Said Aqil Siraj, sistem AHWA ini ditempuh sebagai upaya untuk menghindarkan para kiai dari jebakan ber-kubu-kubuan, permainan kampanye hitam (
black campaign) antarpendukung, saling menjelekkan dan menjatuhkan, dan politik uang yang merusak moral. Beberapa pihak yang mendukung antara lain, K.H. Saifuddin Amsir (
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,59757-lang,id-c,nasional-t,KH+Saifuddin+Amsir+Dukung+Ahlul+Halli+wal+Aqdi-.phpx), keluarga besar NU Cirebon (
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,60048-lang,id-c,daerah-t,NU+Cirebon++Ahlul+Halli+wal+Aqdi+itu+Demokrasi+Nahdliyah-.phpx), Majelis Alumni IPNU (
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,60108-lang,id-c,nasional-t,Alumni+IPNU+Usulkan+Mekanisme+Ahwa+untuk+Syuriyah+dan+Tanfidziyah-.phpx) dan lainnya.
KEMBALI KE ARTIKEL