Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Apakah Aku Menantu Kurangajar?

24 Juli 2013   20:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:05 318 5

Setiap kali lebaran,pertama kali yang kami kunjungiadalah mertua . Kebetulan rumahnya tak terlalu jauh, hanya sekitar 3 km saja. Karena tak terlalu jauh, biasanya kami sekeluarga merupakan anak pertama yang datang terlebih dahulu daripada kakak-kakak kami dari pihak istri saya. Di hadapan mertua kami sekeluarga salim dengan menundukkan kepala dan mencium tangan Beliau sambil mohon maaf atas segala kesalahan kami. Setelah berbicang-bincang tak lebih dari setengah jam, kami pulang karena harus menjaga kampung yang sepi ditinggal mudik para penghuninya. Kami sekeluarga dan dua orang tetangga yang tidak merayakan Iedul Fitri, karena bukan muslim, setiap tahun diberi tugas menjaga kampung. Sore harinya kami bergantian dengan tetangga yang menjaga kampung untuk beranjangsana ke handai taulan.

Pada hari lebaran sekitar tujuh tahun yang lalu, saya mendapat tugas menjaga kampung sejak pagi hingga siang hari. Sehingga tidak bisa mengunjungi mertua setelah mereka sholat Ied. Kami sekeluarga baru bisa silaturahmi sekitar jam sepuluh pagi. Kebetulan saat itu bersamaan datangnya bersama dengan kakak-kakak dan handai taulan kami. Suatu kejutan, karena biasanya kakak-kakak kami selalu datang pada sore hari karena harus mendahulukan mertuanya.

Sebagai anak bungsu, kami ( istri dan anak-anak saya ) kaget dengan pemandangan yang jarang kami lihat. Kakak-kakak ipar kami bersimpuh di hadapan mertua mohon maaf atas segala kesalahannya sambil menangis tersedu. Betul-betul menangis karena mengeluarkan airmatanya! Saya jadi geli. Sungguh ingin tertawa. Bukan karena saya bukan muslim. Tetapi karena saya anggap mereka ini pandai bersandiwara. Hlo kok bisa?

Perlu diketahui, kakak-kakak ipar saya kebanyakan hidupnya suka hura-hura dan bahkan berjudi serta doyan wanita, sekalipun mereka beristri dua!! Sehingga keluarganya dan hubungannya dengan mertua juga tidak harmonis. Saling diam, cuek, acuh tak acuh, dan sledhat-sledhot mewarnai tingkah pola mereka.

Ketika kukatakan kegelianku pada istriku, dengan sedikit sewot dia mencubit sambil berkata: “......daripada kamu gak pernah bersimpuh!”

Kujawab enteng:“ ...daripada bersimpuh tapi doyan wanita, menghabiskan harta, dan sering menyakiti hati orangtua serta gak tobat-tobat. Apa kamu ingin aku seperti mereka?”

Istriku Cuma tersenyum. Dalam hati aku berpikir:‘Apa artinya bersimpuh, sungkem, mohon maaf, dan menangis tanpa perubahan hati dan perilaku?’

Ah, kok berpikiran jelek ya. Tapi apakah aku menantu yang baik dan patuh? Syukurlah, selamanya aku tak mau berjudi, main wanita, hura-hura, dan tetap beristri satu.

Salaman......

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun