Kami memanggilnya Mbah Darmo, lelaki tua yang hidup bersama cucu satu-satunya teman kami sekolah dan sekampung. Pekerjaan beliau hanyalah mengolah ladangnya yang tak terlalu luas dan hanya berupa
perengan (tanah tebing) di tepi Kali Brantas.
KEMBALI KE ARTIKEL