Stadion Gajayana Malang, merupakan salah satu dari dua stadion yang cukup megah di Jawa Timur selain Stadion Delta Sidoarjo. Stadion Gajayana sebenarnya direnovasi untuk ke dua kalinya untuk menghadapi Piala Champion Asia 2004 setelah Arema menjadi juara liga pada tahun 2003. Namun karena PSSI terlambat mengirim pendaftaran atau menyelesaikan administrasi, akhirnya Arema gagal mengikuti Piala Champion Asia.
Renovasi pertama kali dilakukan pada 1988. Namun renovasi hanya pada stadion saja. Sedangkan pada renovasi kedua, dilakukan perombakan total dengan penataan untuk stadion luar, yang meliputi kolam renang, lapangan tenes, bolabasket, bolavoli, dan sepakbola.
Nama Gajayana sendiri diambil dari nama seorang raja yang terkenal dan bijaksana di Negeri Kanjuruhan yang diperkirakan berada di wilayah Desa Sumber Sari dan Dinoyo yang kini menjadi wilayah Universitas Brawijaya ( UB ) dan Universitas Negeri Malang ( UM ). Sedangkan Kanjuruhan sendiri kini menjadi nama stadion yang cukup megah juga di wilayah Kabupaten Malang.
Sejak 2005, Stadion Gajayana menjadi homebase PS Persema ( Persatuan Sepakbola Malang ), sedangkan PS Arema berpindah homebase ke Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang. Perpindahan dilakukan agar dua kekuatan besar sepakbola Malang tidak berpusat di kota saja. Ternyata perpindahan homebase Arema, mempunyai dampak yang kurang bagus bagi Stadion Gajayana akibat kurang bagusnya prestasi Persema di kancah persepakbolaan nasional. Terlebih warga Malang Raya ( Malang dan Batu ) lebih cenderung senang menjadi pendukung Arema daripada Persema. Kurangnya dukungan Persema oleh warga bukan sekedar karena prestasi, tetapi nama Arema yang begitu menyatu merupakan akronim dari kata AREK MALANG.
Stadion Gajayana sebelum direnovasi merupakan tempat yang amat menyenangkan bagi para guru olahraga membawa para siswanya untuk menggali prestasi. Sampai dengan akhir 80an ada sekitar 10 SD, 8 SMP, dan 5 SMA/SMK yang setiap hari berolahraga di sana. Namun sejak direnovasi, peraturan ketat dilakukan oleh pengelola yang membuat para guru enggan mengajak siswanya. Bahkan untuk sekedar melihat lapangan sepakbola saja enggan. Apalagi wilayah stadion luar kini lebih berfungsi sebagai tempat parkir yang dikelola Dinas Perhubungan untuk sebuah mall daripada para pecinta olahraga.
Beberapa guru olahraga SD, sudah berkali-kali menyampaikan keluhan ini kepada Pengawas Sekolah, UPT, Dinas Pendidikan, dan pengelola untuk disampaikan kepada walikota. Mereka tentu saja mendengarkan, tetapi tak pernah menanggapi. Bahkan untuk mengadakan POR para guru harus membawa siswanya menuju Taman Gayam yang jaraknya sekitar 4 km dari stadion.
Sungguh ironi Stadion Gajayana dibangun dengan cukup megah namun tak pernah berfungsi maksimal termasuk ruangan di dalamnya yang melompong.