Bicara tentang apel Malang selama ini perhatian kita selalu tertuju pada kota kecil Batu, yang ada di wilayah barat Malang. Padahal, penghasil apel Malang sejak tahun 80an bukan hanya monopoli Batu saja. Wilayah lain penghasil apel adalah Desa Tosari, Gubuk Klakah, Wringin Anom, dan Poncokusumo yang berada di Kecamatan Poncokusumo wilayah bagian timur Malang. Selain itu ada juga di daerah Nongkojajar wilayah Kabupaten Pasuruan.
Dengan merosotnya produksi apel di Batu akibat menyempitnya lahan dan pemanasan global serta beralihnya petani apel menjadi petani sayur dan bunga akibat melambungnya harga obat dan pupuk serta beaya produksi yang lain, dominasi apel Malang kina ada di wilayah Kecamatan Poncokusumo.
Faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya produksi apel Malang yang ada di wilayah timur Malang:
1.1. Kesalahan dari dinas atau pihak yang berwenang dalam pembinaan atau penyuluhan para petani apel. Jika pada awal 80an para petani masih menggunakan pupuk kandang dan kompos, pertengahan tahun 80an para petani dialihkan para penyuluh ( penyuluh menjadi ‘agen iklan’ produsen pupuk ) untuk menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan produksi. Dalam 5 sampai 6 kali panen pengahsilan memang meningkat tajam. Dampaknya, tanah menjadi liat dan keras sehingga beaya operasional menjadi tinggi dan sulit untuk dilakukan tumpangsari.
2.2. Menurunnya kesuburan tanah. Selain akibat ketergantungan pada pupuk kimia juga meningkatnya keasaman tanah. Hal ini memang perlu penelitian khusus dari pihak berwenang.
3.3. Beralihnya para petani apel menjadi petani sayur yang beaya produksinya jauh lebih murah. Pohon yang tua ditebang namun tak ada penggantian.
4.4. Serbuan apel China yang jauh lebih murah.
Untuk kembali pada kejayaan apel Malang, para petani harus terus diberikan dukungan dan penyuluhan. Bukan dibiarkan apalagi ditinggalkan.
ooooooo
“Apakah dari pihak Dinas Pertanian atau apalah namanya pernah memberi bimbingan dan penyuluhan pada para petani?”
“ Ha..ha…ha…ha… Apel Malang kan bukan komiditas utama! Mana mungkin mereka perhatian pada kita? Mereka perhatiannya hanya pada padi, kedelai, jagung, tebu….. Itu pun dulu!” kata Manto seorang pemuda petani apel di Gubuk Klakah.
Kami semua tersenyum lalu tertawa terbahak-bahak mendengar ungkapan itu, lalu bersama-sama bernyanyi…..
Cul-culan ngadeg dhewe…. Cul-culan ngadeg dhewe
Arti lagu ini : lepas tangan berdirilah sendiri!
Lagu ini biasa dinyanyikan orang tua saat balitanya belajar berjalan.
Ya itulah nasib petani apel Malang. Dibiarkan saja…….berkembang atau mati terserah petani.