Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Meneladani Etos Kerja Aparat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Gorontalo

19 Mei 2011   05:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28 325 0
Pertumbuhan yang subur dan pesat dari budaya buruk pelayanan publik di Indonesia yang sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan akan lapangan pekerjaan menjadikan negara ini semakin terpuruk dan rusak citranya bukan hanya didunia Internasional tetapi juga dimata masyarakat Indonesia itu sendiri. Kepercayaan masyarakat terhadap para petugas pelayanan publik dinegeri ini sangat memprihatinkan.

Sistem pelayanan publik yang berprinsip dan berprilaku pada : "Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah, kalau bisa diperas kenapa harus gratis" terus meregenerasi dari waktu kewaktu tanpa ada satu orangpun yang sanggup merubah prinsip dan perilaku ini. Presiden Indonesia telah berganti sebanyak 6 kali dan para menteri telah bergonta-ganti banyak kali akan tetapi tidak sanggup merubah prinsip dan berprilaku tersebut. Prinsip ini telah menjadi budaya yang membumi yang tidak mau diakui secara sah oleh negara karena negara malu dengan statement dari prinsip ini. Maklumlah para pemimpin dan rakyat dinegara kita Indonesia sangat menjunjung budaya malu yang malu-maluin.

Dinegara ini, mulai dari tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan hingga yang lebih tinggi dan lebih luas lagi cakupan dan wewenangnya tidak ada yang namanya mudah dan membantu masyarakat. Keikhlasan dan ketulusan membantu dan melayani masyarakat menjadi perilaku yang langka dinegeri ini.

Pelayanan yang diberikan aparat-aparat pelayan publik mulai dari RT/RW, Kelurahan hingga kecamatan yang selalu mempersulit dan memeras masyarakat yang lagi membutuhkan pelayanan dengan segala macam dalih yang sengaja dibuat-buat dengan tujuan untuk mempersulit untuk memeras dengan cara mendapatkan sejumlah uang sogokan.

Dikantor-kantor RT/RW, kelurahan dan kecamatan maupun afiliasinya yang setingkat maupun yang lebih tinggi, aturan-aturan untuk pelayanan yang sudah benar dan jelas dikabur-kaburkan dan dibengkok-bengkokkan oleh oknum petugas dikantor-kantor tersebut tanpa ada seorangpun yang mengawasi dan memperbaiki perilaku hina para oknum petugas birokrat ini.

Ketidaktahuan akan peraturan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat akan menjadi sumber rezeki pendapatan tambahan bagi para onum ini. Kesalahan sengaja diciptakan dan selalu dicari-cari oleh oknum petugas agar memperoleh celah untuk mendapatkan rezeki penghasilan tambahan berupa suap maupun pungli. Masyarakat yang mengalami kesulitan bukannya dibantu tapi malah dipersulit. Dan sangat mungkin perilaku hina ini yang suka mempersulit dan memeras dipelihara dan dikembangkan secara sistematis sesubur-suburnya oleh para atasan termasuk kepala kelurahan dan camat maupun pejabat yang lebih tinggi lagi.

Pelayanan Publik dikelurahan dan kecamatan, hingga saat ini masih sangat jauh dari etika pelayanan publik yang berorientasi pengabdian kepada masyarakat yg tulus, jujur, ikhlas yang bebas dari pungli, bebas dari mempersulit maupun memeras masyarakat.

Entah kapan perilaku-perilaku hina dari oknum-oknum birokrat ini bisa diperbaiki dan dibasmi hingga keakar-akarnya. Dan entah siapa yang bisa memperbaiki perilaku buruk ini.

Untuk instansi lain memiliki watak tabiat yang kurang lebih sama buruknya.

Instansi kepolisian yang seharusnya bertugas untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat malah cenderung memeras masyarakat. Dijalan raya kita bisa menyaksikan ulah dari oknum-oknum polisi yang sengaja melakukan sweeping /tilang yang selalu mencari-cari kesalahan sekecil-kecilnya dari pengguna jalan yang ujung-ujungnya duit untuk penghasilan tambahan atau memeras masyarakat pengguna jalan. Sementara tiap bulan oknum polisi ini menerima gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS yang memiliki pangkat dan golongan yang lebih tinggi dari oknum polisi dan gaji ini berasal dari uang rakyat pula.

Baju seragam polisi yang dibeli dengan uang rakyat dan merupakan lambang keagungan dan kehormatan bagi polisi menjadi pudar berlumuran hina dan nista tanpa ada sedikitpun rasa malu dan beban moral dari oknum polisi tersebut kepada masyarakat dan kepada negara. Padahal mereka telah digaji oleh negara yang berasal dari uang rakyat. Pangkat, jabatan dan wewenang yang menempel dibaju seragam harusnya menjadi pemulia bagi masyarakat dan menggambarkan kewibawaan yang berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur.

Diinstansi perpajakan yang diberi wewenang oleh negara untuk memungut pajak dari masyarakat untuk pembangunan negara malah digelapkan oleh oknum pegawai pajak.

Instansi pajak begitu gencar mempropagandakan dan menginginkan kejujuran wajib pajak dalam membayar pajak tidak dibarengi dengan propaganda kejujuran para pemungut pajak. Terungkapnya kasus suap petugas pajak dan sindikatnya, Gayus Tambunan, menjadi bukti kuat kejahatan sistematis dalam pemungutan pajak. Instansi perpajakan melalui peraturan perpajakan begitu gencar melakukan pemungutan pajak dimana-mana hingga ketabungan-tabungan rakyat ekonomi menengah kebawah yang hanya memperoleh penghasilan dari gaji bulanan yang telah dipotong pajak penghasilan tanpa ada rasa keadilan sedikitpun bagi rakyat kecil. Segala aktivitas jual beli yang bersinggungan langsung dengan hajat rakyat kecil tidak lepas dari pajak. Ujung-ujungnya pajak hanya menjadi beban bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah dan sumber kekayaan pribadi bagi petugas pemungut pajak.

Diinstansi bea cukai yang diberi wewenang mengurusi barang keluar dan masuk Indonesia, menjadi lahan subur bagi petugas bea dan cukai untuk memperoleh penghasil tambahan diluar gaji yang besarnya berlipat-lipat kali dari gaji. Perilaku oknum bea cukai Indonesia ini begitu popular hingga kemanca negara.

Rekruitment PNS dan POLRI yang tidak sesuai kompetensi kemampuan profesional dan itikad yang baik untuk pengabdian kepada masyarakat dan negara, hanya berdasarkan siapa menyogok siapa, siapa anak siapa dan belas kasihan merupakan salah satu faktor utama penyebab kebobrokan birokrasi didaerah ini.

Demikian pula dengan direkrutnya para pegawai honorer maupun pegawai kontrak. Rekruitment yang hanya dilandasi rasa dan hubungan kekeluargaan maupun rasa kasihan karena siorang ini menganggur dan memiliki tanggungan keluarga tanpa sedikitpun memperhatikan potensi profesional moral baik untuk menjaga citra institusi dan quota kebutuhan sesungguhnya dari instansi pemerintah dan juga tanpa melakukan seleksi yang ketat sesuai dengan kompetensi profesional dan itikad pelayan yang jujur dan bermoral yang baik menambah makin buruknya citra aparat pelayan publik dimata masyarakat.

Sebab pegawai-pegawai honorer maupun kontrak ini yang akan langsung ditempatkan diinstansi-instansi yang langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat seperti dikelurahan maupun kecamatan sebagai tenaga pembantu.

Seiring dengan bertambahnya waktu, penguasaan terhadap ruang lingkup dan trik-trik pekerjaan dan pengalaman berhubungan dengan masyarakat maka akan membuat oknum-oknum ini semakin lincah dalam mempermainkan dan membelok-belokkan aturan yang berlaku untuk mempersulit dan memeras masyarakat. Apalagi tidak ada atasan yang mengawasi dan memberikan sanksi yang tegas terhadap perilaku buruk ini. Dan yang lebih parah dan buruk lagi jika perilaku ini malah didukung oleh para atasan secara sistematis.

Sehingga Budaya dan kinerja "Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah, kalau bisa diperas kenapa harus gratis" akan terus berlanjut dan tumbuh subur dikalangan para birokrat. Ujung-ujungnya image dan budaya buruk pelayanan publik dinegeri ini akan terus berlanjut dan semakin subur dimasyarakat. Negara akan semakin buruk citranya di masyarakat Indonesia dan masyarakat mancanegara.

Akan tetapi ada sedikit cercah harapan yang begitu membanggakan dan memberikan cahaya penerang kepada kita semua anak bangsa Indonesia yang mencita-citakan dan mendambakan kemuliaan bersama dan martabat bangsa yang luhur dan berharga diri.

Nan jauh diujung utara kepulauan Indonesia, disebuah propinsi baru hasil pemekaran yaitu tepatnya di kota Gorontalo, cahaya pemulia itu bersinar terang menerangi gelapnya dunia birokrasi di Indonesia.



Sebuah instansi pelayanan publik, tepatnya kantor / Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Menjadi perintis, penerang kepada gelapnya dunia birokrasi.

Warga masyarakat yg berdomisili di Kotamadya Gorontalo yang membutuhkan pelayan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dilayani dengan baik secara maksimal, sesuai aturan yang berlaku, diberikan pengarahan sesuai peraturan perundangan yang ditetapkan, dibantu setiap kesulitannya dengan jujur, tanpa pungli, penipuan dan pemerasan yang sifatnya mempersulit masyarakat. Bimbingan dan edukasi tentang aturan yang benar diberikan secara langsung kepada masyarakat. Masyarakat yang membutuhkan surat-surat kependudukan seperti akta kelahiran, kartu keluarga, perpanjangan KTP diberikan arahan dan pelayanan yang maksimal, cepat dan jauh dari mempersulit apalagi memeras.

Ketika masyarakat datang ke kantor catatan sipil kotamadya Gorontalo untuk mengurus akta kelahiran dan kartu keluarga, maka petugas dikantor catatan sipil akan menanyakan ada keperluan apa. Jika keperluannya adalah untuk pengurusan akta kelahiran, kartu keluarga (KK) atau perpanjangan KTP maka petugas akan meminta surat pengantar dari kelurahan atau RT/RW. Jika masyarakat tidak memiliki surat pengantar dari kelurahan atau RT/RW maka akan tetap dilakukan proses pembuatan KK, akta kelahiran maupun perpanjangan KTP tanpa ada sedikitpun tindakan mempermasalahkan ketidakadaan surat pengantar dari RT/RW atau kelurahan yang bersifat mempersulit apalagi memeras masyarakat.

Masyarakat sangat terbantu dengan cara pelayanan seperti ini, dari segi biaya maupun waktu. Juga nama baik Instansi pemerintah terjaga dari predikat-predikat buruk yang menghinakan institusi pemerintah dan merendahkan martabat bangsa.

Semoga cara pelayanan publik yang dilakukan dikantor catatan sipil kota Gorontalo ini dicontohi dan diikuti oleh seluruh instansi pelayanan publik di Indonesia. Dan menjadi kebiasaan yang mendarah daging disemua petugas pelayanan publik dan membumi di Indonesia. Sehingga dunia birokasi yang gelap gulita menjadi terang benderang dipenuhi oleh cahaya kejujuran, semangat pengabdian kepada masyarakat yang tulus.

Niscaya bangsa kita akan bangkit dari segala keterpurukan terutama keterpurukan moral yang selama ini mendera bangsa kita, Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun