Kenapa? Karena isu ini sebenarnya yang di-highlight adalah pelaku yang "mungkin" saja hanya basa-basi ataupun mengatakan sebuah fakta (asumsi saja) terhadap bentuk fisik atau tubuh si korban. Dan lagi-lagi dalam sebuah kasus, pelaku selalu terlihat blak-blakan, tidak menjaga perasaan orang lain dan lain sebagainya.
Padahal bisa saja, mereka (si pelaku) memiliki cara interaksi yang berbeda dan tidak memiliki niat untuk menyudutkan ataupun menyakiti hati si korban. Boleh saja kan, saya mempunyai pendapat berbeda terkait isu body shaming ini. Berikut saya ingin coba menjelaskan mengapa saya memiliki pendapat yang berbeda.
Semua Perilaku Agresi Berawal dari Niat
Ketika perilaku body shaming kita masukkan dalam kategori perundungan (bullying) ataupun dalam kategori agresi verbal, maka kita juga harus mempertimbangkan latar belakang dari tindakan tersebut.
Apa saja yang membuat seseorang melakukan hal tersebut dan apa tujuannya. Apakah dia memang bertujuan untuk menyakiti Si Subjek? Atau memang itu sudah menjadi kebiasaan dia berinteraksi sehari-hari dalam bersosialisasi.
Elizabeth Dorrance Hall, menulis artikel tentang "Communicative Aggresion". Di situ ia menjelaskan bahwa individu yang mempunyai jenis perilaku agresi ini mempunyai niatan dan tujuan untuk menyakiti citra diri dari orang lain.
Apalagi para psikolog sosial mendefinisikan perilaku agresi sebagai perilaku yang dilandaskan oleh niatan untuk menyakiti orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku agresi itu akan sangat tergantung dari persepsi serta tujuan dan niat dari seorang individu.
KEMBALI KE ARTIKEL